Ahlan wa sahlan

Kemungkaran di Hari-Hari Raya



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والعاقبة للمتقين ولا عدوان إلا على الظالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله، أما بعد

Hendaknya seorang muslim mengisi hari-hari rayanya dan juga hari-hari lainnya dengan ketaatan dan menjauhi kemungkaran dan kemaksiatan. Hal itu mengingat bahwa ketaatan kepada Alloh ta'ala dan Rosul-Nya akan menyampaikan seorang muslim kepada kemenangan yang besar. Firman Alloh:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

"Siapa yang menaati Alloh dan Rosul-Nya, maka sungguh ia akan mendapatkan kemuliaan yang besar, baik di dumia maupun di akhirat." (QS. Al Ahzab: 71)

Sebaliknya, kemaksiatan terhadap Alloh dan Rosul-Nya mengantarkannya kepada kesesatan yang nyata. Firman Alloh:

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

"Siapa yang bermaksiat terhadap Alloh dan Rosul-Nya, maka sungguh ia telah terjauh dari jalan kebenaran dengan sejauh-jauhnya." (QS. Al Ahzab: 36)

Perkara-perkara kemaksiatan dan penyimpangan syariat yang sering ditemui di hari-hari raya ('ied), diantaranya:

Pertama: Ikhtilath (campur-baur) antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya, baik di jalan-jalan, rumah-rumah serta tempat-tempat pertemuan lainnya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إياكم والدخول علىالنساء فقال رجل من الأنصار: يا رسول الله أفرأيت الحمو قال: الحمو الموت

“Janganlah kalian bercampur-baur dengan wanita (selain mahromnya)!” Seorang sahabat dari Anshor berkata: “Wahai Rosululloh, bagaimana dengan hamwu (kerabat dari pihak suami selain mahromnya)?” Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Mereka itu (hamwu) adalah kematian atau kebinasaan!” (HR. Bukhori: 5232 dan Muslim: 2172)

Dalam hadits ini, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melarang untuk bercampur dengan kerabat wanita yang bukan mahromnya, seperti istri saudara laki-laki, saudara sepupu (anak perempuan paman atau bibi) dan sebagainya -terlebih lagi jika bukan kerabatnya- dan mengatakan bahwa bercampur-baur dengan mereka adalah kematian dan kebinasaan. Hal itu karena bercampurnya mereka tersebut lebih berbahaya daripada bercampur dengan wanita bukan kerabat dan lebih dekat untuk terjatuh pada kemaksiatan, karena orang-orang banyak bermudah-mudahan dan kurangnya perhatian serta pengingkaran dalam masalah ini, sehingga lebih kuat untuk menghantarkan kepada timbulnya fitnah. Berbeda dengan wanita asing (bukan kerabat), maka kecurigaan dan pengingkaran akan hal itu akan timbul lebih besar, sehingga kehati-hatian akan lebih ditingkatkan. (lihat Syarh Shohih Muslim: 2172, karya Imam An-Nawawi rohimahulloh)

Kedua: Demikian juga, termasuk kemungkaran yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin adalah berjabatan tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya, baik ketika acara ziaroh (saling kunjung-mengunjungi) maupun pada pertemuan-pertemuan keluarga, sanak kerabat dan handai taulan. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لأن يطعن في رأس رجل بمخيط من حديد خير من أن يمس امرأة لا تحل له

“Sungguh, lebih baik kepala seorang laki-laki itu ditusuk dengan jarum dari besi daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thobroni, Baihaqi dan selainnya, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shohihah: 226)

Dalam hadits ini terdapat ancaman yang keras bagi siapa yang menyentuh perempuan yang tidak halal baginya (bukan mahromnya). Demikian juga, hal ini sebagai dalil diharamkannya berjabatan tangan dengan wanita, karena hal itu lebih dari sekedar menyentuhnya. (lihat Ash-Shohihah: 226)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah berjabatan tangan dengan wanita yang bukan mahromnya, baik dalam bai’at atau selainnya, sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يبايع النساء بالكلام بهذه الآية (على أن لا يشركن بالله شيئا) قالت وما مست يده يد امرأة قط إلا امرأة يملكها

“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam membai’at para wanita dengan ucapan, ketika turun ayat (maknanya): “Untuk tidak menyekutukan Alloh dengan suatu apapun…” (QS. Al-Mumtahanah: 12). Sama sekali tidaklah pernah tangan beliau menyentuh tangan perempuan (selain mahromnya), kecuali perempuan yang dimilikinya (baik mahrom maupun budak beliau).” (HR. Ahmad: 25198, Bukhori: 7214)

Ketiga: Berlebih-lebihan dan pemborosan (isrof dan tabdzir) dalam membelanjakan hartanya untuk penyediaan makanan, pakaian dan permainan pada hari-hari raya merupakan perkara yang diharamkan. Alloh ta’ala berfirman:

ولا تسرفوا إنه لا يحب المسرفين

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang yang melampaui batas dalam makanan, minuman dan membelanjakan harta dengan tidak sebagaimana mestinya.” (QS. Al-An’am: 141; Al-A’raf: 31)

Sikap berlebih-lebihan yang dilarang dalam ayat ini mencakup berlebih-lebihan dalam makanan, pakaian, berinfaq dan sebagainya dari rezki yang diberikan Alloh kepada hamba-Nya, yaitu melebihi batas yang wajar dan kebiasaannya. Sikap berlebihan ini bisa jadi berupa tambahan yang melebihi kadar yang cukup dan ketamakan terhadap macam-macam makanan, sehingga dapat mengganggu kesehatan badan. Bisa juga berupa bermewah-mewahan dalam hal makanan, minuman dan pakaian dan bisa juga melanggar perkara yang diharamkan oleh syariat, berkaitan dengan hal tersebut. Sikap berlebih-lebihan (isrof) ini dibenci oleh Alloh ta’ala dan dapat merugikan kesehatan dan penghidupan seorang hamba. (lihat tafsir As-Sa’di)

Jika seseorang membelanjakan hartanya ketika hari raya secara wajar dan tidak berlebih-lebihan, maka tidak diragukan lagi bahwa hal itu hukumnya mubah, sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bahwa hari-hari raya itu adalah hari-hari makan, minum dan dzikir kepada Alloh ta’ala. (lihat As-Sunan wal Mubtadi’at, hal. 103, oleh Muhammad Asy-Syuqoiri rohimahulloh)

Firman Alloh ta’ala:

ولا تبذر تبذيرا * إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين وكان الشيطان لربه كفورا

“Janganlah kamu membelanjakan hartamu kepada selain ketaatan kepada Alloh atau menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara para setan dalam kejelekan, kerusakan serta kemaksiatan dan setan itu adalah sangat ingkar dan menentang terhadap nikmat Robb-nya.” (QS. Al-Isro’: 26-27)

Hendaknya seorang muslim itu membelanjakan hartanya tanpa mengakibatkan dampak buruk bagi dirinya dan tidak melebihi dari kadar yang sewajarnya, karena hal itu termasuk tabdzir (pemborosan) yang dilarang oleh Alloh ta’ala dalam ayat-ayat-Nya. Alloh ta’ala menjadikan para pemboros (mubaddzirin) tersebut sebagai saudara-saudara setan lantaran setan itu tidaklah menyeru, kecuali kepada sifat-sifat yang buruk lagi tercela. Maka dia mengajak manusia untuk bersifat bakhil dan tamak. Jika tidak mengikutinya, maka dia ajak untuk bersifat yaitu isrof dan tabdzir (berlebih-lebihan dan pemborosan). Adapun Alloh ta’ala, maka hanyalah memerintahkan untuk berbuat suatu yang paling adil (pertengahan) dan memuji hamba yang demikian itu sifatnya, sebagaimana dalam firman-Nya tentang sifat-sifat ‘ibadurrohman (hamba-hamba Ar-Rohman) yang baik:

والذين إذا أنفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا وكان بين ذلك قواما

“Orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya, maka mereka tidak berlebihan dan tidak pula kikir. (Akan tetapi) pembelanjaannya itu di tengah-tengah antara yang demikian itu.” (QS. Al-Furqon: 67)

Permainan petasan atau mercon dengan berbagai macamnya, selain merupakan pemborosan dalam membelanjakan harta, juga mendatangkan kerugian yang tidak kecil, diantaranya: dapat melukai dan membuat cacat anggota badan jika mengenainya. Berapa banyak terdengar kasus jari-jari terputus lantaran permainan ini. Demikian juga dapat membakar baju mereka dan selainnya dari barang-barang yang mudah terbakar; membuat kegaduhan di tengah-tengah masyarakat; mengganggu para pemakai jalan dengan suara yang mengejutkan; dapat menimbulkan pertengkaran dan permusuhan jika salah seorang dari mereka terkena petasan temannya atau pihak lainnya; menyia-nyiakan waktu dengan sesuatu yang kurang bermanfaat; merugikan perekonomian kaum muslimin dengan mengkonsumsi petasan tersebut dalam jumlah besar dan sebaliknya, meningkatkan perekonomian kaum kafir, karena kebanyakan petasan tersebut adalah produk mereka dan lain sebagainya dari kerusakan dan kerugian yang dialami kaum muslimin dari permainan tersebut. Maka hendaknya bagi orang yang berakal sehat untuk meninggalkan model-model permainan seperti ini dan menggantinya dengan permainan lain yang lebih selamat dan bermanfaat. Wabillahit-taufiq. (Al-Jami’ li Ahkamil ‘Idain, hal. 310-314)

Keempat: Pengkhususan ziarah kubur setelah sholat ‘ied termasuk kebid’ahan, tidak ada tuntunannya dalam syariat. Tujuan ziarah kubur secara syar'i adalah untuk mengingat kematian dan mendoakan untuk si mayit penghuni kubur. Maka hal ini dilakukan sewaktu-waktu tanpa mengkhususkan atau mencari hari-hari atau waktu tertentu. (Lihat As-Sunan wal Mubtadi’at, hal. 102; Ahkamul Jana’iz, hal. 325, oleh Syaikh Al-Albani rohimahumalloh)

Inilah beberapa hal yang bisa disampaikan pada kesempatan kali ini berkaitan dengan kemungkaran di hari-hari raya. Hal ini sebagai isyarat kepada yang selainnya.

Kita berdoa kepada Alloh semoga Dia memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kaum muslimin, sehingga mereka melakukan segala urusan, baik menyangkut perkara dunia maupun akherat di atas ilmu dan bashiroh. Dengan demikian, mereka dapat menempatkan segala sesuatu itu pada tempatnya dan terhindar dari segala yang mendatangkan kerugian bagi diri-diri, keluarga dan masyarakat kaum muslimin, dengan mengisi hari bahagia ini dengan sesuatu yang bermanfaat, menunjang ketakwaan dan keimanan serta menghindari perkara-perkara yang merusaknya, baik berupa kebid’ahan, kemaksiatan dan perbuatan sia-sia lainnya.

Walhamdulillahi robbil ‘alamin.

Ditulis: Mushlih Abu Sholeh Al Madiuniy -'afallohu 'anhu- (12 Dzulhijjah 1435 H)

Maroji':
 Tafsir Muyassar, oleh kumpulan ulama tafsir Saudi Arabia dengan pengantar Syaikh Sholeh Alu Asy Syaikh waffaqohulloh.
-  Al-Jami’ li-Ahkamil ‘Idain Minal Kitab was-Sunnah wa Aqwalil Aimmah, oleh Syaikh Zayid bin Hasan Al-Wushobi hafidzohulloh, cet. Maktabah ‘Ibadurrohman-Mesir, tahun 1428H.











lembaran-lembaran ilmiah • وما توفيقي إلا بالله • mushlihabusholeh.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar