بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد
Pada kesempatan kali ini, perlu disampaikan bahwa wajib atas kita seluruh kaum muslimin untuk melakukan introspeksi diri (muhasabah) di setiap waktu dan kesempatan. Alloh ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Wahai orang-orang yang membenarkan Alloh dan Rosul-Nya dan beramal dengan syariat-Nya, takutlah kalian kepada Alloh, berhati-hatilah terhadap hukuman-Nya dengan mengerjakan apa yang telah diperintahkan kepada kalian dan meninggalkan apa yang telah dilarang. Hendaknya setiap orang merenungkan apa yang telah ia kedepankan dari amalan-amalan untuk hari kiamat nanti. Takutlah kalian kepada Alloh pada setiap apa yang kalian datangi dan apa yang kalian tinggalkan. Sesungguhnya Alloh subhanahu itu Khobiir, maha mengetahui apa yang kalian kerjakan. Tidak ada yang tersamar bagi-Nya sesuatu pun dari amalan kalian dan Dia akan membalasi atas apa yang kalian kerjakan." (Tafsir Muyassar QS. Al Hasyr: 18)
Pada setiap amalan kebaikan yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia memuji Alloh ta'ala atasnya dan berusaha untuk terus menambahnya dengan lebih baik dan tidak terputus darinya. Jika tidak demikian halnya, maka hendaklah ia bertaubat kepada Alloh ta'ala dari perbuatannya itu dan menggantinya dengan amalan sholeh. Sesungguhnya pintu taubat itu senantiasa terbuka sampai terbitnya matahari dari sebelah barat.
Maka wajib atas setiap muslim untuk mawas diri pada setiap waktu, hari, bulan dan tahunnya. Tidak dikhususkan pada waktu-waktu tertentu, karena sebagian manusia terutama di zaman ini menggantungkan muhasabah dirinya tersebut pada akhir atau awal tahun yang itu semua tidak ada asalnya dalam syariat. Pengkhususan hal itu pada waktu-waktu tertentu tidak ada asalnya dalam syariat dan tidak ada dalilnya.
• Demikian juga perlu disampaikan di sini beberapa perkara bid'ah dalam syariat yang banyak ditemui pada masyarakat muslim pada penghujung tahun hijriyah ini agar kita terhindar dari melakukannya dan berupaya menjauhinya.
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
"Siapa yang mengada-adakan suatu perkara dalam perkara kami (agama) yang bukan darinya, maka ia tertolak." (muttafaqun 'alaih dari Aisyah rodhiyallohu 'anha)
Telah shohih dari Ibnu Mas'ud rodhiyallohu 'anhu, bahwasanya beliau berkata: "Berittiba'lah kalian (mengikuti) dan janganlah membuat kebid'ahan (perkara baru dalam agama). Sungguh itu telah cukup bagi kalian." (Al Ibanah, Ibnu Batthoh)
Ibnu Umar rodhiyallohu 'anhuma berkata: "Setiap bid'ah itu sesat, meskipun manusia memandangnya sebagai suatu kebaikan." (Al Ibanah, Ibnu Batthoh dengan sanad shohih)
Hasan bin Athiyah rohimahulloh berkata: "Tidaklah suatu kaum itu mengadakan suatu kebid'ahan dalam agama mereka, melainkan Alloh mencabut dari mereka sunnah yang semisalnya. Kemudian hal itu tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat." (Sunan Ad Darimi, no. 99 dengan sanad shohih)
Imam Malik bin Anas rohimahulloh berkata: "Siapa yang mengada-adakan suatu dalam umat ini pada hari ini yang tidak dilakukan oleh salafnya, maka ia telah menganggap bahwa Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam telah mengkhianati risalah, karena Alloh ta'ala telah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, agama Islam dengan perwujudan kemenangan dan penyempurnaan syariat dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dengan mengeluarkan kalian dari kegelapan menuju cahaya keimanan dan Aku telah meridhoi Islam itu sebagai agama, maka pegangilah ia dan jangan kalian lepaskan." (Tafsir Muyassar QS. Al Maidah: 3)
Dengan demikian, perkara-perkara yang ketika itu bukan termasuk agama, maka pada hari ini bukan pula termasuk dalam agama." (Al Ihkam: 6/255)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata: "Ahli bid'ah itu lebih jelek daripada ahli maksiat berupa syahwat. Hal ini berdasarkan As Sunnah dan Ijma'." (Al Fatawa: 20/103)
• Hal ini menunjukkan akan bahayanya bid'ah, terutama yang terdapat padanya sesuatu yang nampaknya berupa kebaikan. Oleh karena itu, orang-orang yang sedikit ilmunya bersegera untuk menyambut dan menyebarkannya di antara mereka. (lihat Majmu' Fatawa: 4/51)
Imam Al Barbahari rohimahulloh berkata: "Waspadailah suatu kebid'ahan yang kecil. Sungguh, bid'ah yang kecil itu akan kembali sampai menjadi besar. Demikianlah seluruh kebid'ahan yang terjadi pada umat ini, awalnya adalah kecil menyerupai al haq, sehinnga tertipulah orang yang memasukinya. Lalu dia tidak bisa keluar lagi darinya, sehingga jadilah bid'ah itu membesar dan menjadi agama baginya. Dengan itu ia telah menyimpang dari jalan yang lurus yang akhirnya keluar dari Islam." (Syarhus Sunnah, Imam Al Barbahari)
Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan: "Munculnya kebid'ahan itu awalnya hanyalah ringan. Semakin lemah keadaan para pengemban cahaya sunnah, maka semakin kuatlah kebid'ahan itu." (Al Fatawa: 28/489)
Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: "Kebid'ahan itu akan meningkat dari yang kecil sampai besarnya. Sampai-sampai penganutnya bisa keluar dari agama ini, sebagaimana sehelai rambut yang tercabut dari sebuah adonan. Maka kerusakan-kerusakan bid'ah itu tidaklah bisa ditemukan, kecuali oleh para pemilik bashiroh (ilmu). Sedangkan orang-orang yang buta, maka akan tersesat di kegelapan kebutaan. Firman Alloh:
وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
"Siapa yang tidak diberikan cahaya oleh Alloh untuknya dari Kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya untuk ia dijadikan sebagai petunjuk, maka tidak ada lagi yang bisa menunjukinya." (Madarijus Salikin: 1/224)
• Perlu diketahui suatu kaedah dalam hal kebid'ahan yang diterangkan oleh para ulama sunnah:
- Setiap amalan yang dilakukan oleh seorang muslim dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Alloh dan diharapkan mendapatkan pahala darinya, sedangkan hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam dan para sahabat beliau bersamaan dengan kemungkinan untuk melakukannya pada waktu itu dan tidak ada penghalang darinya, maka hal itu memang tidak untuk dikerjakan. Jika dikerjakan, maka termasuk bid'ah dan perkara yang diada-adakan dalam agama.
- Suatu ibadah yang disyariatkan secara mutlak tanpa penentuan waktunya secara khusus, jika hal itu dikhususkan penyelenggaraannya pada waktu-waktu tertentu tanpa dalil, maka hal itu termasuk kebid'ahan."
• Diantara bid'ah-bid'ah yang banyak dilakukan di akhir dan awal tahun hijriyah tersebut adalah:
Pertama: Ucapan selamat tahun baru hijriyah. Hal ini tidaklah diketahui asalnya dalam syariat, baik dari Al Kitab maupun As Sunnah. Juga tidak pernah dilakukan oleh para salaf ash sholeh.
Bukanlah maksud dari pengadaan tarikh (penanggalan) hijriyah ini untuk dijadikan sebagai peringatan dan hari raya. Akan tetapi tujuannya hanyalah untuk kepentingan pencatatan akad jual beli, perjanjian antar manusia dan sebagainya, sebagaimana yang dilakukan oleh Kholifah Umar bin Al Khotthob rodhiyallohu 'anhu ketika pemerintahan beliau semakin meluas, sehingga ketika melakukan surat-menyurat dengan pihak lain, diperlukan penanggalan supaya teratur dan tertib. Ketika itu beliau bermusyawarah bersama para sahabat lainnya dan akhirnya mereka bersepakat untuk menentukan penanggalan hijriyah bagi umat Islam berdasarkan hijroh Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan penanggalan Masehi milik Nashrani.
Pengucapan selamat tahun baru hijriyah tersebut tidak mempunyai makna sama sekali. Hal ini karena asal makna ucapan selamat adalah ketika mendapatkan kenikmatan baru atau hilangnya musibah dan bencana yang hal itu tidak mesti terjadi di penghujung tahun hijriyah. Akan tetapi sepantasnyalah mereka itu merenungi dirinya masing-masing, bahwa ketika itu masa umurnya telah semakin berkurang dan mendekati kematiannya.
Ucapan selamat pada hari ini akan berulang setiap tahunnya, sehingga hal itu termasuk perkara-perkara hari raya yang keberadaan dan penetapannya telah diatur dalam syariat, sedangkan kita dilarang untuk menjadikan selain idul fithri dan idul adha sebagai hari raya tahunan umat Islam. Maka mengadakan peringatan dan ucapan selamat yang seperti ini adalah dilarang dan termasuk bid'ah muhdatsah. (Fatwa Lajnah Da'imah, Syaikh Sholeh Al Fauzan dan selainnya dari para ulama)
Demikian pula, bahwa ucapan selamat seperti ini menyerupai perbuatan Yahudi dan Nashrani yang kita diperintahkan untuk menyelisihi mereka. Yahudi mengucapkan selamat pada tahun baru 'Ibriyyah yang dimulai pada bulan Tasyri (awal bulan menurut Yahudi). Mereka tidak bekerja pada hari itu sebagaimana mereka meninggalkan pekerjaan (hari libur) pada hari Sabtu. Adapun Nashrani, maka mereka mengucapkan selamat pada tahun baru mereka yaitu tahun baru Masehi yang jatuh pada bulan Januari.
Hal itu juga menyerupai orang-orang Majusi dan kaum musyrikin Arab. Orang-orang Majusi mengucapkan selamat pada hari Nairuz (hari baru) yang merupakan awal tahun menurut mereka. Sedangkan kaum musyrikin Arab jahiliyah dahulu, mereka mengucapkan selamat kepada para pemimpin mereka pada hari pertama bulan Muharrom, sebagaimana disebutkan oleh Al Qozwainiy rohimahulloh dalam kitab beliau 'Ajaibul Makhluqot.
Jika ucapan selamat awal tahun hijriyah ini diperbolehkan, maka akan membuka pintu-pintu pengucapan selamat, seperti pada awal tahun ajaran baru, pada hari kemerdekaan, hari-hari nasional dan sebagainya yang ini tidak sejalan dengan syariat.
Kedua: Termasuk kebid'ahan adalah mengkhususkan hari terakhir atau pekan terakhir pada tahun hijriyah dengan amalan-amalan ibadah seperti doa, taubat dan istighfar, saling meminta maaf dan sebagainya tanpa dalil yang mengkhususkannya.
Hal ini mengakibatkan seseorang itu mengakhirkan taubat dan minta maaf terhadap segala kesalahan pada ahkir tahun dan ini termasuk kesalahan tersendiri yang perlu untuk bertaubat darinya. Sedangkan ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk segera bertaubat seketika setelah melakukan kesalahan tersebut dan tidak menundanya sampai sekian lamanya, apalagi sampai akhir tahun.
Ketiga: Termasuk kebid'ahan adalah peringatan tahun baru hijriyah. Sebagian negeri-negeri muslim mengadakan peringatan-peringatan tahun baru Islam dan ini termasuk bid'ah dan muhdatsah, tidak pernah dilakukan oleh Nabi, para sahabat dan generasi salafush sholeh serta para imam-imam kaum muslimin. Akan tetapi munculnya setelah generasi salaf. Awal mula yang menyelenggarakan hal ini adalah Rofidhoh Fathimiyah.
Keempat: Termasuk kebid'ahan pula adalah keyakinan sebagian muslimin bahwasanya catatan amalan-amalan itu akan dilipat atau digulung pada setiap penghujung tahun hijriyah. Ini adalah perkara yang tidak ada dalil dan asalnya dalam Al Kitab dan As Sunnah.
Sudah menjadi ketetapan ahli ilmu bahwa tarikh (penanggalan) hijriyah itu belum pernah diberlakukan, kecuali pada zaman kholifah Umar bin Al Khotthob rodhiyallohu 'anhu dengan kesepakatan para sahabat waktu itu. Mereka menentukan bahwa awal tahun dimulai pada bulan Muharrom dan ditutup dengan bulan Dzulhijjah. Bagaimana pelipatan atau penggulungan catatan amalan itu ketika zaman Nabi, Abu Bakar dan awal zaman Umar, bahkan pada zaman sebelum itu?!
Takdir tahunan itu ditentukan pada lailatul Qodar (bulan Romadhon) menurut salaf, bukan pada awal tahun hijriyah. Hal ini sebagaimana pada firman Alloh ta'ala:
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
"Pada malam (lailatul qodar) itu ditetapkan dan dipisahkan dari lauhul mahfudz (catatan takdir di sisi Alloh) kepada catatan takdir di tangan malaikat pada segala sesuatu yang telah ditetapkan, baik ajal kematian, rezki yang terjadi pada tahun itu dan selainnya yang ada sampai akhirnya (akhir tahun), tidak lagi dirubah dan diganti." (Tafsir Muyassar QS. Ad Dukhon: 4)
Kelima: Termasuk kebid'ahan adalah mengkhususkan pada khutbah Jum'at akhir tahun hijriyah untuk membicarakan mengenai kejadian-kejadian tahun sebelumnya, kejadian yang baik maupun yang buruk (kaleidoskop tahunan). Syaikh Sholeh Al Fauzan hafidhohulloh telah ditanya mengenai pengkhususan ini, maka beliau menjawab: "Perkara ini tidak kami ketahui asalnya (dalam syariat)." (Al Ijabat Muhimmah, hal. 229-230)
Keenam: Termasuk kebid'ahan adalah melakukan sholat sebanyak sepuluh rokaat dengan membaca pada setiap rokaatnya surat Al Fatihah dan ayat kursi serta surat Al Ikhlash sebanyak sepuluh kali dan setelah sholat membaca doa-doa tertentu. Ini mereka lakukan pada dua malam, yaitu pada akhir tahun dan awal tahun berikutnya di masjid-masjid.
Ritual seperti tidak pernah dituntunkan oleh Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dan tidak pula dilakukan oleh para salaf dari kalangan shahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in, juga tidak pernah diriwayatkan dalam kitab-kitab musnad sekalipun.
Ketujuh: Termasuk kebid'ahan juga adalah mengkhususkan ibadah puasa di penghujung tahun hijriyah dan awal tahun berikutnya. Mereka menyandarkan perbuatan tersebut kepada sebuah hadits palsu yang berbunyi:
ﻣﻦ ﺻﺎﻡ ﺁﺧﺮ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺫﻱ ﺍﻟﺤﺠﺔ
ﻭﺃﻭﻝ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﻓﻘﺪ ﺧﺘﻢ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻤﺎﺿﻴﺔ ﻭﺍﻓﺘﺘﺢ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻠﺔ ﺑﺼﻮﻡ ﺟﻌﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﺧﻤﺴﻴﻦ ﺳﻨﺔ
"Siapa yang berpuasa pada hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharrom, maka ia telah mengakhiri tahun lalu dan mengawali tahun mendatang dengan ibadah puasa yang Alloh akan menjadikan untuknya sebagai penebus dosa selama lima puluh tahun." (Hadits palsu diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi rohimahulloh dalam Al Maudhu'at -yaitu kumpulan hadits-hadits palsu-: 2/199)
Kedelapan: Termasuk kebid'ahan pula adalah apa yang dilakukan sebagian wanita dengan mengenakan baju putih khusus pada awal tahun baru hijriyah (awal Muharrom) dan minum susu, dengan keyakinan agar tahun mendatang terbebas dari segala musibah dan mara bahaya. Juga dengan makan sayur-sayuran hijau tertentu pada waktu pagi dan siang dengan keyakinan agar tahun baru ini menjadi hijau dan indah. Demikian juga sebagian mereka ketika duduk memakai alas duduk (sajadah) berwarna hijau dan berjalan-jalan dengan membawanya supaya tahunnya menjadi tahun yang bersemi.
Kesembilan: Demikian juga termasuk kebid'ahan adalah mereka menjauhi atau tidak mau membeli arang pada awal tahun (hari pertama tahun baru), karena warnanya yang hitam dan mereka merasa sial dengan hal itu.
• Benarlah Imam Al Hafidz Abu Zur'ah Ar Rozi rohimahulloh ketika mengatakan: "Alangkah cepatnya manusia itu menuju kepada kebid'ahan!" (Su'alat Al Bardza'i, hal. 562)
Oleh karena itu, hendaknya kita bertaqwa kepada Alloh ta'ala dengan mencukupkan diri dengan mentaati apa yang telah disyariatkan dalam agama ini dan apa yang telah dituntunkan oleh Rosul-Nya shollallohu 'alaihi wa sallam serta tidak mengada-adakan dalam perkara agama ini sesuatu yang bukan darinya.
Jauhilah hal-hal yang dapat mendatangkan kemurkaan Alloh ta'ala, baik berupa kesyirikan, kebid'ahan dan kemaksiatan lainnya. Jangan pula kita ikut menyebarkan dan melariskan kebid'ahan dan kemungkaran tersebut, baik melalui sms-sms dan selainnya, berupa ucapan selamat, anjuran untuk taubat, istighfar, anjuran puasa, sholat dan sebagainya dalam rangka pergantian tahun baru hijriyah ini. Hal ini termasuk bentuk penyebaran dan pelarisan kebid'ahan dan kemungkaran serta membuka pintu-pintu yang menuju kepadanya.
Nasehatilah saudara-saudara kita yang belum mengetahui hal ini dengan baik dan tidak ikut terbawa dengan kejahilan mereka.
Semoga Alloh ta'ala memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kaum muslimin untuk menuju kepada apa yang diridhoi-Nya dan menjauhkan mereka dari apa yang mendatangkan murka-Nya.
Walhamdulillahi Robbil 'alamin.
Ditulis: Mushlih Abu Sholeh Al Madiuniy -waffaqohulloh- (30 Dzulhijjah 1435)
Sumber:
- Muhasabatun Nafs, oleh Ma'aliy Syaikh Sholeh Al Fauzan hafidhohulloh.
- Mukholafat fii Nihayatil 'Amil Hijri, oleh Abdulloh Al Habib Al Anaziy.
- At Tahni'ah bil 'Amil Hijril Jadid, oleh 'Alawi bin Abdulqodir As Saqqof.
- Hukmut Tahni'ah bil 'Amil Hijril Jadid, oleh Tsamir bin Fuhaid.
- Hukmu Takhshish Akhiril 'Am au Awwalihi bi 'Ibadah, oleh Hisam Al Husain.
- Tambihul 'Awam min Bida'i Akhiril 'Am, oleh Munir Al Ibrohimiy.
lembaran-lembaran ilmiah • وما توفيقي إلا بالله • mushlihabusholeh.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar