Apa Itu "AS-SUNNAH" dan Kewajiban Kita Terhadapnya?



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى والدين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم تسليما مزيدا، أما بعد

Ikhwani fillah, ini adalah sekilas pembahasan mengenai As-Sunnah An-Nabawiyah yang menjadi sandaran kedua dalam hukum Islam setelah Al-Quran Al-Karim.

Pada kali ini, akan diterangkan mengenai pengertian As-Sunnah, kedudukannya dalam syariat Islam dan wajibnya kaum muslimin untuk berpegang teguh dengannya. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semuanya dan dapat diamalkan sebagaimana mestinya. Wabillahit-taufiq…

Pengertian As-Sunnah

Istilah As-Sunnah yang sering digunakan dalam pembahasan syariat Islam memiliki beberapa makna, diantaranya:

Pertama: Seluruh perkara yang datang dari Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- secara khusus yang tidak terdapat nashnya dalam Al-Quran, baik sebagai penjelasan dari ayat-ayat Al-Quran tersebut maupun tidak. Juga masuk di dalamnya sejarah perjalanan hidup beliau, baik sebelum diutus sebagai Rosul maupun sesudahnya.

Kedua: Lawan dari bid’ah (perkara agama yang tidak ada tuntunan atau dalilnya), seperti perkataan seseorang: “Si Fulan berada di atas sunnah,” yaitu jika ia beramal sesuai dengan tuntunan Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-. Jika tidak demikian, maka akan dikatakan sebaliknya: “Si Fulan di atas kebid’ahan.”

Ketiga: Apa yang diamalkan oleh para sahabat Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam-, baik dalam rangka mengamalkan Al-Quran, sunnah Nabi ataupun kesepakatan mereka (ijma’ sahabat).

Keempat: Dalam istilah fiqih, bermakna mustahab atau mandub (tidak wajib/fardhu), yaitu jika dikerjakan dengan ikhlas dan mengharap ridho Alloh, maka akan diberikan pahala dan jika ditinggalkan, maka tidak berdosa.
(Syarh Mukhtashor Ar-Roudhoh, 1/61-62 dan Sunnah An-Nabawiyyah wa Makanatuha, hal. 7-10)

Adapun pembahasan kita kali ini adalah tentang As-Sunnah yang bermakna: segala apa yang telah dinukilkan dari Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-, berupa ucapan (qoul), perbuatan (fi’il) atau persetujuan (taqrir) beliau, yang dijadikan sebagai dasar hukum Islam.

Contoh-contoh As Sunnah

Contoh As-Sunnah berupa ucapan (sunnah qouliyyah) adalah sabda beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam-:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niat-niatnya.”

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

“Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat.” “Ambilah dariku manasik haji kalian.”

Contoh As-Sunnah berupa perbuatan (sunnah fi’liyyah) adalah perbuatan-perbuatan beliau dalan melakukan sholat, haji dan sebagainya seperti: mengangkat tangan ketika takbirotul ihrom, ruku’, i’tidal atau lari-lari kecil (sa’i) antara Shofa dan Marwa ketika berhaji atau umroh dan sebagainya.

Contoh As-Sunnah berupa persetujuan beliau (sunnah taqririyyah) adalah seperti perkataan sahabat ketika mereka melakukan sholat sunnah dua rokaat selepas adzan Maghrib di masjid, kemudian ditanya: “Apakah Rosululloh dahulu juga melakukan sholat ini?” Mereka menjawab: “Dahulu beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- melihat kami melakukannya. Beliau tidaklah memerintahkan dan tidak pula melarangnya.”

Maka secara umum, As-Sunnah An-Nabawiyyah tersebut terdiri dari: qouliyah (ucapan), fi’liyyah (perbuatan) dan taqririyyah (persetujuan) yang -insyaalloh- akan kita bicarakan lebih lanjut pada kesempatan mendatang secara ringkas dalam topik macam-macam sunnah Nabi. Wallohul muwaffiq.

Kedudukan As Sunnah dalam syari'at

Diantara perkara yang yang telah disepakati bersama oleh seluruh kaum muslimin terdahulu adalah bahwasanya sunnah Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- merupakan sandaran kedua dalam syariat Islam pada seluruh aspek kehidupan, baik dalam perkara aqidah (keyakinan), hukum-hukum agama (fiqih), politik maupun pendidikan. Demikian juga, tidak diperkenankan untuk menyelisihi sunnah tersebut sedikitpun, baik dibenturkan dengan buah pemikiran, ijtihad ataupun qiyas-qiyas. Hal ini sebagaimana ucapan Imam Asy-Syafi’iy -rohimahulloh- pada akhir kitab beliau Ar-Risalah: “Qiyas itu tidak diperbolehkan selama khobar (sunnah Nabi) masih ada.” Demikian juga yang dikenal oleh para ulama ahli ushul fiqh: “Tidak ada ijtihad ketika telah datang nash (dalil). Jika datang atsar (hadits), maka batallah pemikiran atau pendapat yang ada.”

Dalil-dalil tentang perkara ini

Dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah telah menunjukkan tentang dikedepankannya dalil sunnah dari seluruh pemikiran. Diantaranya adalah firman Alloh -ta’ala-:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى الله وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

"Tidaklah patut bagi seorang mukmin dan mukminah, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan atau hukum, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka selain apa yang telah ditetapkan. Siapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang jauh dan nyata." (QS. Al-Ahzab: 36)

Juga dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ الله وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا الله إِنَّ الله سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, janganlah kalian mendahului Alloh dan Rosulnya dengan menetapkan sesuatu hukum syariat, sebelum ada ketetapan dari Alloh dan Rosul-Nya, sehingga kalian membuat bid'ah di dalamnya. Bertakwalah, takutlah kepada Alloh dalam ucapan dan perbuatan kalian dari penyelisihan terhadap perintah Alloh dan Rosul-Nya.  Sesungguhnya Alloh itu Sami’ (maha mendengar) perkataan kalian lagi ‘Alim (maha mengetahui) niat dan amalan kalian.” (QS. Al-Hujurot: 1)

Dalam ayat ini terdapat peringatan dari mengada-adakan sesuatu yang bukan dari ajaran agama dan mensyariatkan sesuatu tanpa seizin Alloh ta'ala.

Firman Alloh ta’ala:

قُلْ أَطِيعُوا الله وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ الله لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

“Katakanlah -wahai Rosul-: “Ta’atilah oleh kalian Alloh dengan mengikuti kitab-Nya dan Rosul-Nya dengan mengikuti sunnahnya, baik di masa hidupnya atau setelah kematiannya. Jika kalian berpaling darinya dan bersikeras dalam kekufuran dan kesesatan, sehingga tidaklah pantas untuk dicintai oleh Alloh, maka sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang kafir.” (QS. Ali Imron: 32)

Firman Alloh ta’ala:

وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَى بِالله شَهِيدًا * مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ الله وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

”Kami telah mengutusmu -wahai Rosul menjadi utusan untuk menyampaikan risalah Robbmu kepada segenap manusia dan cukuplah Alloh menjadi saksi atas kebenaran risalahmu. Siapa yang mentaati Rosul itu dan mengamalkan petunjuknya sesungguhnya ia telah mentaati Alloh serta menjalankan perintah-Nya. Siapa yang berpaling dari ketaatan itu, maka Kami tidak mengutusmu -wahai Rosul- untuk menjadi penjaga dan pemelihara bagi mereka (yaitu bahwa Rosul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan).” (QS. An-Nisa’: 79-80)

Firman Alloh:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا الله وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang membenarkan Alloh dan Rosul-Nya serta mengamalkan syariat-Nya, taatilah perintah Alloh dan jangan bermaksiat terhadap-Nya serta taatilah Rosul-Nya serta ulil amri di antara kalian pada perkara yang bukan kemaksiatan. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah hukumnya kepada Alloh (Al-Quran) dan Rosul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian daripada berselisih dan mengedepankan pemikiran dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)

Alloh berfirman:

وَأَطِيعُوا الله وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ الله مَعَ الصَّابِرِينَ

“Senantiasalah taat kepada Alloh dan Rosul-Nya di setiap keadaan kalian dan janganlah kalian berbantah-bantahan, yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian dan bersabarlah ketika bertemu musuh. Sesungguhnya Alloh beserta orang-orang yang sabar dengan pertolongan dan dukungan-Nya serta tidak membiarkan kalian.” (QS. Al-Anfal: 46)

Firman-Nya juga:

وَأَطِيعُوا الله وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

“Taatlah kalian -wahai kaum muslimin- kepada Alloh dan taatlah kepada Rosul-Nya dan berhati-hati serta waspadalah. Jika kalian berpaling dari ketaatan dan melanggar larangan, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rosul Kami hanyalah menyampaikan amanat Alloh dengan terang.” (QS. Al-Maidah: 92)

Firman Alloh ta'ala:

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ الله الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Janganlah kalian -wahai kaum muslimin- jadikan panggilan Rosul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain dengan panggilan, "Wahai Muhammad!" Akan tetapi hormatilah dengan panggilan, "Wahai Nabi (Rosul) Alloh." Sesungguhnya Alloh telah mengetahui orang-orang munafik yang berangsur-angsur pergi di antara kamu secara bersembunyi-sembunyi tanpa izin, dengan berlindung kepada kawannya. Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul-Nya merasa takut akan ditimpa cobaan dan kejelekan atau adzab yang pedih di akhirat.” (QS. An-Nur: 63)

Firman Alloh:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ الله يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, penuhilah seruan Alloh dan seruan Rosul apabila Rosul tersebut menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian berupa kebenaran, karena hal itu terdapat perbaikan kehidupan baik di dunia maupun akhirat.  Ketahuilah -wahai kaum mukminin- bahwa sesungguhnya Allohlah yang mengatur segala sesuatu serta menguasai hati manusia dan sesungguhnya kepada-Nyalah kalian akan dikumpulkan pada hari yang tiada keraguan lagi di dalamnya dan dibalasi seluruh amalan secara setimpal.” (QS. Al-Anfal: 24)

Firman Alloh ta’ala:

وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ * وَمَنْ يَعْصِ الله وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Siapa taat kepada syariat dan hukum Alloh dan Rosul-Nya, niscaya Alloh akan memasukkannya ke dalam jannah yang banyak pepohonan dan istana-istana serta mengalir di bawahnya sungai-sungai yang segar airnya, sedang mereka kekal dengan kenikmatan di dalamnya. Ganjaran itulah merupakan kemenangan yang besar. Siapa yang mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, dengan merubah-rubah syariat atau tidak mengamalkannya, niscaya Alloh memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. An-Nisa’: 13-14)

Firman-Nya:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا * وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ الله وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan -wahai Rosul- orang-orang munafik pendusta yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Al Quran) dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Mereka hendak berhukum dalam perkara yang mereka perselisihkan kepada thoghut, selain apa yang telah disyariatkan Alloh, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka suatu nasehat: “Marilah kalian tunduk kepada hukum yang Alloh telah turunkan dan kepada hukum Rosul serta petunjuknya”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran itu menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya dari mendekatimu.”(QS. An-Nisa’ : 60-61)

Alloh berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ * وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ الله وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

“Sesungguhnya sikap orang-orang mukmin, bila mereka diseru kepada Alloh dan Rosul-Nya agar Rosul tersebut menghukumi (mengadili) di antara mereka, niscaya mereka menerimanya dengan ucapan: “Kami mendengar dan patuh.” Mereka itulah orang-orang yang beruntung dalam jannah yang penuh kenikmatan. Siapa yang taat kepada Alloh dan Rosul-Nya serta takut kepada Alloh disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan dengan mendapatkan kenikmatan di jannah.” (QS. An-Nur: 51-52)

Alloh berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا الله إِنَّ الله شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rosul kepada kalian, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Alloh dengan menaati perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Sesungguhnya Alloh amat keras hukumannya bagi siapa yang bermaksiat kepada-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Alloh ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ الله أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو الله وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ الله كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rosululloh, baik pada ucapan, perbuatan maupun keadaannya itu suri teladan yang baik bagi kalian -wahai kaum mukminin-, maka pegangilah sunnahnya. Mereka itulah orang-orang yang mengharap rahmat Alloh dan kedatangan hari kiamat dan ia banyak menyebut Alloh, memohon ampunan serta senantiasa bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Firman Alloh:

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى * مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى * وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى * إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Alloh ta'ala bersumpah dengan bintang-bintang ketika terbenam. Kawanmu itu (Muhammad shollallohu 'alaihi wa sallam) tidaklah tersesat dan tidak pula keliru. Akan tetapi dia berada di jalan yang lurus dan benar. Tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu -baik berupa Al Quran maupun As Sunnah itu- tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. An-Najm: 1-4)

Firman Alloh:

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Kami turunkan kepadamu -wahai Rosul- Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka (berupa perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al-Quran tersebut berupa makna-makna yang tersamar) dan supaya mereka memikirkan dan mendapatkan petunjuk darinya.” (QS. An-Nahl: 44)

Ayat-ayat yang diberkahi seperti ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an Al Karim.

Adapun hadits-hadits Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- tentang seruan untuk mengikuti beliau dalam segala aspek kehidupan, diantaranya sebagai berikut:

Sabda Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam-:

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى، قالوا: ومن يأبى؟ قال: من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أبى

“Seluruh umatku akan memasuki jannah, kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya: “Siapakah yang enggan itu?” Beliau menjawab: “Siapa yang menaatiku, maka akan masuk jannah dan siapa yang menentangku, maka telah enggan.” (HR. Bukhori dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu)

Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

فمن أطاع محمداً – صلى الله عليه وآله وسلم – فقد أطاع الله، ومن عصى محمداً – صلى الله عليه وآله وسلم – فقد عصى الله، ومحمد – صلى الله عليه وآله وسلم – فرق بين الناس

“Siapa yang mentaati Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka ia telah mentaati Alloh dan siapa yang menentangnya, maka ia telah menentang Alloh. Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam itu telah memisahkan manusia (antara yang mukmin dengan yang kafir).” (HR. Bukhori dari Jabir bin Abdillah rodhiyallohu ‘anhu)

Sabda beliau juga:

إنما مثلي ومثل ما بعثني الله به كمثل رجل أتى قوماً فقال: يا قوم إني رأيت الجيش بعيني، وإني أنا النذير العريان، فالنجاء النجاء، فأطاعه طائفة من قومه فأدلجوا، فأنطلقوا على مهلهم فنجوا، وكذبت طائفة منهم فأصبحوا مكانهم فصبحهم الجيش فأهلكهم واجتاحهم، فذلك مثل من أطاعني فاتبع ما جئت به، ومثل من عصاني وكذب بما جئت به من الحق

“Sesungguhnya permisalanku dengan apa yang aku diutus oleh Alloh untuk membawanya adalah seperti seseorang yang mendatangi suatu kaum, kemudian ia berseru: “Wahai kaum, sungguh aku telah melihat sepasukan datang. Sungguh aku ini seorang pemberi peringatan kepada kalian, maka carilah tempat keselamatan. Lalu sebagian kelompok dari kaumnya itu mentaatinya, sehingga mereka bertolak pada malam harinya. Sedangkan sebagian yang lain mendustakannya, sehingga mereka tetap di tempat itu dan datanglah pasukan itu membinasakan mereka. Itulah permisalan orang yang mentaatiku, sehingga ia mengikuti petunjukku dan permisalan orang yang menentang dan mendustakan kebenaran yang aku diutus dengannya.”(HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari rodhiyallohu ‘anhu)

Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لا ألفين أحدكم متكئاً على أريكته، يأتيه الأمر من أمري، مما أمرت به أو نهيت عنه، فيقول: لا أدري، ما وجدنا في كتاب الله اتبعناه

“Tidaklah aku menemui salah seorang di antara kalian sedang bertelekan di atas ranjangnya. Akan datang kepadanya perkaraku, baik perintah maupun larangan, kemudian dia berkata: “Aku tidak tahu hal itu, apa yang kami temukan dalam kitab Alloh, maka kami ikuti. (Jika tidak, maka tidak kami ikuti).” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan selain mereka dengan sanad shohih dari Abu Rofi’ -rodhiyallohu ‘anhu-)

Beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- menegaskan:

ألا إني أوتيت القرآن ومثله معه، ألا يوشك رجل شبعان على أريكته يقول: عليكم بهذا القرآن، فما وجدتم فيه من حرام فحرموه، وإن ما حرم رسول الله كما حرم الله

“Ketahuilah, sungguh aku diberi Al-Quran dan yang semisalnya bersamanya. Ketahuilah hampir-hampir seseorang yang telah kenyang di atas ranjang mengatakan: “Ambillah Al-Quran itu. Apa yang kau temukan di dalamnya berupa pengharaman, maka haramkanlah hal itu. (Jika tidak kau temui, maka jangan kau haramkan).” Sungguh, apa yang diharamkan oleh Rosululloh itu sama dengan apa yang diharamkan oleh Alloh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan selainnya dengan sanad shohih, dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib -rodhiyallohu ‘anhu-)

Sabda beliau:

تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهم: كتاب الله وسنتي، ولن يتفرقا حتى يردا على الحوض

“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, tidaklah kalian akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya: Kitabulloh dan sunnahku. Keduanya tidak akan terpisah sampai kembali ke telaga (di akhirat)” (HR. Hakim dari Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu-)

Dalil-dalil tersebut menunjukkan kepada kita beberapa perkara yang sangat penting, yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pertama: Tidaklah berbeda antara keputusan Alloh dengan Nabi-Nya. Semuanya tidaklah ada pilihan bagi seorang  mukmin untuk menyelisihinya. Penentangan (bermaksiat) terhadap Rosul sama dengan bermaksiat kepada Alloh dan semuanya itu merupakan kesesatan yang nyata.

Kedua: Dilarang untuk mendahului Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam (dengan menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Rosul) sebagaimana tidak diperkenankannya mendahului Alloh ta’ala. Ini menunjukkan tidak bolehnya menyelisihi sunnah beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan dalam I’lamul Muwaqqi’in (1/58): “Yaitu janganlah kalian mendahului untuk mengatakan sampai beliau mengatakannya. Janganlah memerintahkan sampai beliau memerintahkannya. Janganlah berfatwa sampai beliau berfatwa dan janganlah memutuskan suatu perkara sebelum beliau memutuskan dan memberlakukan hukumnya.”

Ketiga: Lari dari mentaati Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam hanyalah perbuatan orang-orang kafir.

Keempat: Orang yang mentaati Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam berarti mentaati Alloh ta’ala.

Kelima: Wajibnya mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan dari perkara agama kepada Alloh dan Rosul-Nya.

Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- berkata (1/54): “Alloh ta’ala memerintahkan untuk taat kepada-Nya dan Rosul-Nya dan ketaatan terhadap Rosul tersebut merupakan perintah tersendiri tanpa melihat kepada perintah yang ada dalam Al-Qur’an. Akan tetapi jika beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, maka wajib untuk ditaati secara mutlak, baik perintah itu terdapat dalam Al-Qur’an ataupun tidak. Hal itu karena beliau telah diberikan Al-Kitab dan yang semisalnya (As-Sunnah) dan Alloh tidak memerintahkan untuk mentaati pemerintah (penguasa) secara tersendiri, tetapi menjadikan ketaatan terhadapnya berada di bawah ketaatan terhadap Rosul. Merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh para ulama, bahwasanya mengembalikan suatu perkara kepada kitab Alloh dan Rosul-Nya itu berarti mengembalikan urusannya kepada diri beliau ketika masih hidup dan kepada As-Sunnah sepeninggal beliau. Hal itu termasuk syarat sah keimanan.”

Keenam: Sikap menerima perselisihan dan meninggalkan untuk kembali kepada As-Sunnah guna menyelesaikan perselisihan itu merupakan sebab asasi di mata syariat untuk menggagalkan jerih payah kaum muslimin dan menghilangkan kekuatan mereka.

Ketujuh: Peringatan kepada umat dari penyelisihan terhadap Rosul -shollallohu ‘alaihi wa sallam-, karena hal itu berakibat buruk baik di dunia maupun akhirat.

Kedelapan: Orang-orang yang menyelisihi perintah Rosul pantas untuk terjatuh dalam kesesatan di dunia dan mendapatkan adzab yang pedih di akhirat.

Kesembilan: Wajibnya memenuhi seruan Rosul dan mentaati perintahnya. Hal itu merupkan sebab mendapatkan kehidupan yang baik dan kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat.

Kesepuluh: Ketaatan terhadap Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab seseorang memasuki jannah dan mendapatkan kemenangan yang besar. Sebaliknya, bermaksiat terhadap beliau dan melanggar batasan beliau merupakan sebab seseorang masuk neraka dan mendapatkan adzab yang menghinakan.

Kesebelas: Termasuk sifat orang-orang munafik yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekufuran adalah merasa enggan jika mereka diseru untuk berhukum kepada Rosul dan sunnah beliau. Bahkan mereka berusaha menghalang-halangi manusia dari hal itu.

Kedua belas: Sebaliknya keadaan orang-orang mukmin, jika mereka diseru untuk berhukum kepada Rosul, mereka bersegera menyambutnya, dengan mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” Dengan itulah mereka menjadi orang-orang yang mendapat kemenangan dan keberhasilan dengan memperoleh jannah yang penuh kenikmatan.

Ketiga belas: Segala apa yang diperintahkan oleh Rosul, maka wajib atas kita untuk mengikutinya, sebagaimana wajibnya kita untuk meninggalkan setiap perkara yang dilarang.

Keempat belas: Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah teladan kita pada setiap perkara agama, jika kita termasuk orang yang mengharapkan wajah Alloh dan hari akhir.

Kelima belas: Setiap perkataan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam yang tidak berhubungan dengan perkara agama dan perkara-perkara ghoib yang tidak diketahui oleh akal dan percobaan (eksperimen) merupakan wahyu dari Alloh, tidak mengandung kebatilan sama sekali.

Keenam belas: Sunnah-sunnah beliau merupakan penjelasan dari apa yang telah diturunkan Alloh kepada beliau berupa Al-Quran.

Ketujuh belas: Tidak cukup semata-mata dengan Al-Quran tanpa As-Sunnah, karena keduanya sama saja dalam wajibnya mentaati dan mengikutinya. Siapa yang mencukupkan dengan Al-Quran tanpa As-Sunnah, maka ia telah menyelisihi Rosul ‘alaihis sholatu wa sallam dan tidak mentaati beliau, sehingga dengannya ia telah menyelisihi ayat-ayat tersebut di atas.

Kedelapan belas: Apa yang diharamkan oleh Rosul, seperti apa yang telah diharamkan oleh Alloh. Demikian juga segala perkara yang datang dari Rosul dan tidak terdapat dalam Al-Quran, maka itu sama hukumnya dengan apa yang datang dari Al-Quran. Hal ini berdasarkan keumuman sabda beliau: “Sungguh aku telah diberi Al-Quran dan yang semisalnya (As-Sunnah).”

Kesembilan belas: Sesungguhnya keselamatan dari penyimpangan dan kesesatan hanyalah diperoleh dengan berpegang teduh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Hal itu berlaku sampai datangnya hari kiamat. Tidak boleh membedakan antara kitab Alloh dan sunnah Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam. (Al-Hadits Hujjah Binafsihi, hal. 25-34)

Wajibnya mengikuti As Sunnah dalam Aqidah dan Hukum

Dalil-dalil yang telah termaktub di atas, baik dari Al-Kitab maupun As-Sunnah, sebagaimana telah menunjukkan secara pasti tentang wajibnya mengikuti As-Sunnah secara mutlak pada setiap apa yang datang dari Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dan siapa yang tidak ridho (menerima) untuk berhukum dan tunduk kepadanya, maka bukanlah seorang mukmin.

Demikian juga yang perlu dicermati oleh para pembaca, bahwa As-Sunnah tersebut secara umum dan mutlak juga menunjukkan kepada dua perkara yang penting, sebagai berikut:

Pertama: bahwasanya dalil-dalil tersebut mencakup semua orang yang telah sampai kepadanya dakwah, baik ketika itu sampai hari kiamat. Hal ini jelas pada firman-Nya:

لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ

“…supaya dengannya (Al-Quran) aku (Rosul) memberi peringatan kepada kalian dan orang-orang yang sampai Al-Quran kepada mereka.” (QS. Al-An’am: 19)

Juga firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا

“Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.” (QS. Saba’: 28)

Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- menafsirkan ayat ini dengan sabda beliau:

… وكان النبي يبعث إلى قومه خاصة، وبعثت إلى الناس كافة

“Dahulu Nabi diutus khusus kepada umatnya saja, sedangkan aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Juga sabda beliau:

والذي نفسي بيده لا يسمع بي رجل من هذه الأمة ولا يهودي ولا نصراني ثم لا يؤمن بي إلا كان من أهل النار

“Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang mendengar perihalku, baik dari umat ini, Yahudi ataupun Nasrani, kemudian tidak beriman kepadaku, melainkan termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Kedua: bahwasanya dalil-dalil tersebut mengandung seluruh perkara dari perkara-perkara agama tanpa terkecuali, baik itu berupa perkara ilmu aqidah ataupun hukum amali dan sebagainya. Sebagaimana wajib atas para sahabat untuk mengimani hal tersebut setelah datangnya berita Rosul, demikian juga para tabi’in dan orang-orang setelah mereka diwajibkan pula untuk mengimaninya dan tidak diperbolehkan untuk menolaknya selama berita (hadits) itu shohih, dibawa oleh orang yang terpercaya. Demikianlah hendaknya hal tersebut terus berlangsung sampai Alloh mewarisi dunia dan seisinya ini. (Al-Hadits Hujjah Binafsihi, hal. 34-35)

Walhamdulillahi Robbil 'alamin.

Ditulis: Mushlih Abu Sholeh Al Madiuniy -'afallohu 'anhu- (Selasa, 14 Dzulqo'dah 1435)

Sumber rujukan:
- Syarh Mukhtashor Ar-Roudhoh, 1/61-62, karya Ath-Thufiy -rohimahulloh-
- As-Sunnah An-Nabawiyyah wa Makanatuha, hal. 7-10, oleh Muhammad bin Abdillah Ba Jam’an)
- Al-Hadits Hujjah Binafsihi, hal. 25-34, karya Imam Al-Albani -rohimahulloh- sebagaimana tersebut dalam Mausu’ah Al-Albani fil Aqidah, jilid 1 hal. 273-280)
- Al-Hadits Hujjah Binafsihi, karya Imam Al-Albaniy -rohimahulloh-, hal. 34-35 sebagaimana dalam Mausu’ah Al-Albaniy: 1/280-281)































lembaran-lembaran ilmiah • وما توفيقي إلا بالله • mushlihabusholeh.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar