Tuntunan & Beberapa Kesalahan Dalam Berwudhu



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، وبه نستعين، والصلاة والسلام على سيد المرسلين، وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد

Alloh -subhanahu wa ta’ala- berfirman dalam surat Al-Maidah yang dikenal oleh para ulama sebagai ‘ayat wudhu’:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai dengan siku. Usaplah kepala dan basuh kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)

Ayat tersebut diawali dengan seruan Alloh -ta’ala- kepada orang-orang mukmin. Hal ini menunjukkan akan pentingnya perkara wudhu ini, karena dengan seruan tersebut mengharuskan adanya perhatian dari yang diseru. Kemudian seruan tersebut diarahkan kepada orang-orang yang beriman, sehingga menunjukkan bahwa pelaksanaan hukum wudhu dalam ayat tersebut secara baik dan tepat merupakan konsekuensi keimanan seseorang. Sebaliknya, jika dilakukan secara serampangan, maka dapat mengurangi kualitas keimanan seorang mukmin. (Tadwinul Faidah, hal. 22)

Di samping itu, wudhu termasuk syarat sahnya sholat seseorang, Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Tidak diterima sholat salah seorang dari kalian jika berhadats, sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu-)

Banyak hadits-hadits Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- yang shohih menjelaskan perincian ayat tersebut, yaitu tata-cara berwudhu sesuai As-Sunnah yang jikalau umat Islam mengamalkan petunjuk Nabi mereka -baik dalam peribadatan maupun mu’amalah-, maka akan mendapatkan keutamaan yang banyak dan barokah serta kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun di akherat kelak. Ini semua merupakan bentuk kasih sayang dan rahmat beliau ‘alaihis-sholatu was salam terhadap umat akhir zaman ini.

FIQIH JENAZAH (4) Mengusung & Mengikuti Jenazah



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وكفى والصلاة والسلام على عباده الذين اصطفى، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد

Setelah jenazah selesai dimandikan dan dikafani dengan sempurna, maka wajib (fardhu kifayah) atas yang masih hidup untuk mengusung dan mengantar jenazah muslim tersebut menuju musholla jenazah untuk disholatkan. Hal ini termasuk haknya yang wajib dipenuhi oleh kaum muslimin, karena merupakan kelaziman dalam proses pemakamannya yang tidak hanya dipikul oleh kerabat si mayit semata. Terutama jika mereka memerlukan pertolongan untuk mengusung, menggali kuburan dan memakamkannya, maka hal ini lazim atas kaum muslimin untuk membantu kerabat mayit tersebut. Tidaklah disyariatkan untuk mengikuti jenazah itu, melainkan untuk saling ta'awun (tolong-menolong) dalam mengurusi jenazah muslim. (Ahkamul Jana'iz, hal. 66; Jami'ul adillah, hal. 246)

BID'AH & TABDI' SERTA HAJR MUBTADI'



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد

Ikhwati fillah, ini adalah terjemahan sebuah tanya-jawab (fatawa) manhaji berkaitan dengan pengertian bid'ah, macam-macamnya serta masalah tabdi' (menghukumi seseorang sebagai ahli bid'ah atau mubtadi') dan hajr (memboikot) ahli bid'ah tersebut. Pertanyaan ini dijawab oleh Fadhilatus Syaikh Al 'Allamah Ahmad bin Yahya An Najmi rohimahullohu ta'ala dalam kitab Al Fatawa Al Jaliyyah 'Anil Manahij Ad Da'awiyyah (2/146-148).

Kemudian, disusul dengan terjemahan bimbingan Syaikhuna Yahya Al Hajuri hafidhohulloh mengenai memvonis seseorang dengan mubtadi' secara syar'i. Selamat menyimak dan semoga bermanfaat...

MENTABDI' ITU TIDAKLAH GAMPANG



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والعاقبة للمتقين ولا عدوان إلا على الظالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، أما بعد

Pada kesempatan kali ini, kami sajikan sebuah risalah penting, berisi nasehat berharga yang berjudul:

النصح البين بأن التبديع ليس بهين

NASEHAT GAMBLANG, BAHWASANYA MENGHUKUMI SESEORANG SEBAGAI MUBTADI' ITU TIDAKLAH GAMPANG

Ditulis dan diterjemahkan oleh akhunal-fadhil Abu Ja'far Al Harits bin Dasril Al Andalasy -saddadahulloh-.

Selamat menyimak dan semoga bermanfaat…

FIQIH JENAZAH (3) Mengafani Jenazah



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن واله وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد

Alhamdulillah, pada bagian ketiga dari fiqih jenazah ini akan dibahas tentang hukum-hukum mengafani jenazah. Nah, setelah selesai memandikan jenazah, maka wajib untuk mengafaninya berdasarkan kesepakatan ulama (ijma'). (Al Majmu': 5/146, An Nawawi; Al Mughni: 2/335, Ibnu Qudamah; Syarhus Sunnah: 5/320; Al Baghowi sebagaimana dalam Jami'ul Adillah, hal. 208)

Dalil yang menunjukkan akan hal ini diantaranya adalah perintah Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dalam hadits kisah seorang muhrim yang terjatuh dari ontanya:

بينما رجل واقف بعرفة، إذ وقع عن راحلته فوقصته، أو قال: فأقعصته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: اغسلوه بماء وسدر، وكفنوه.. الحديث
"Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya dan patah lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam berkata: "Mandikanlah ia dengan air campur sidr (bidara), lalu kafanilah…!" (HR. Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas rodhiyallohu 'anhuma)

FIQIH JENAZAH (2) Memandikan Jenazah



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد

Alhamdulillah, telah dibahas pada bagian pertama risalah ini tentang apa yang dilakukan oleh keluarga si mayit atau yang hadir ketika itu, baik pada saat menjelang kematian atau setelahnya disertai dengan hal-hal yang tidak diperkenankan untuk dilakukan, baik berupa kebid'ahan atau kemaksiatan yang sering dilakukan.

Pada bagian kedua ini, akan dibahas amalan selanjutnya yang wajib dilakukan dalam pengurusan jenazah yaitu tata cara memandikan jenazah. Semoga Alloh ta'ala memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada kita semua.

FIQIH JENAZAH (1) Menjelang & Setelah Kematian



بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله، نحمده ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد، فان أصدق الحديث كتاب الله، وأحسن الهدي هدي محمد، وشر الامور محدثاتها، وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار

Alloh 'azza wa jalla berfirman:

تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيء قدير * الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا وهو العزيز الغفور

"Telah banyak kebaikan dan kenikmatan Alloh atas seluruh makhluk-Nya, yang di tangan-Nyalah kekuasaan dunia dan akhirat. Perintah dan hukumnya berlaku pada keduanya dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan kematian dan kehidupan ini untuk menguji kalian -wahai manusia-, siapa di antara kalian yang paling bagus dan ikhlas amalannya. Dia adalah Al-'Aziz, maha perkasa yang tidak terkalahkan oleh siapapun lagi Al-Ghofur, maha pengampun bagi siapa yang bertaubat dari hamba-hamba-Nya." (Tafsir Muyassar QS. Al-Mulk: 1-2)

كل نفس ذائقة الموت ونبلوكم بالشر والخير فتنة وإلينا ترجعون

"Setiap jiwa itu pasti akan merasakan kematian, selama apapun ia hidup di dunia. Tidaklah keberadaannya dalam kehidupan ini, melainkan untuk diuji dengan beban syariat berupa perintah dan larangan dengan berbolak-baliknya keadaan antara kebaikan dan kejelekan. Kemudian tempat kembalinya nanti setelah itu adalah kepada Alloh semata untuk dihitung amalannya dan dibalasi dengan balasan yang setimpal." (Tafsir Muyassar QS. Al-Anbiya': 35)

Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

ما لي وللدنيا؟ ما أنا في الدنيا إلا كراكب استظل تحت شجرة، ثم راح وتركها

"Apa urusanku dengan dunia?! Tidaklah keadaanku di dunia ini, melainkan seperti pengendara yang berteduh sejenak di bawah sebuah pohon, lalu pergi dan meninggalkannya." (HR. Ahmad dan selainnya dari Ibnu Mas'ud rodhiyallohu 'anhu, dishohihkan oleh Imam Al-Albaniy rohimahulloh dalam Ash-Shohihah, no. 438)

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Alloh ta'ala, petunjuk Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam dalam penyelenggaraan jenazah itu merupakan sebaik-baik petunjuk, berbeda dengan selainnya dari umat manusia. Petunjuk tersebut mencakup perlakuan baik bagi si mayit berupa hal-hal yang bermanfaat baginya di kuburan serta hari kebangkitannya, juga perlakuan yang baik pula bagi keluarga dan kerabat yang ditinggalkannya. Diantara petunjuk beliau dalam hal itu adalah penegakan 'ubudiyah (penghambaan) terhadap Robb tabaroka wa ta'ala dengan sebaik-baik keadaan dan perlakuan baik terhadap si mayit dengan mempersiapkannya untuk menuju Alloh ta'ala dengan seutama-utama keadaan.

Mengingat bahwa hukum-hukum penyelenggaraan jenazah itu termasuk ilmu syariat yang wajib dipelajari dan sangat diperlukan serta keadaan kebanyakan kaum muslimin jaman sekarang yang jauh sekali dari petunjuk Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dalam hal peribadatan, diantaranya adalah masalah ini, yang disebabkan banyak dari mereka yang meninggalkan untuk mempelajari ilmu agama, terutama ilmu hadits dan sunnah. Sebaliknya mereka tekun dalam mendalami ilmu-ilmu keduniaan dan berbagai pekerjaan guna mengumpulkan harta untuk kehidupan dunia mereka. Ditambah lagi dengan adanya bid'ah-bid'ah serta berbagai macam penyimpangan yang terjadi pada masalah ini, maka perlu untuk disampaikan suatu risalah -meskipun sederhana- tentang hukum-hukum atau tata cara pengurusan jenazah yang sesuai dengan sunnah dan terhindarkan dari kebid'ahan dan kemaksiatan dengan mengambil faedah dari karya-karya para ulama sunnah yang telah diakui keilmuannya. Dengan demikian, diharapkan kaum muslimin dapat melakukan apa yang sifatnya wajib atas mereka -di atas ilmu dan bashiroh- terhadap kerabat dan saudaranya yang meninggal dunia.