بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى والدين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد
Hari raya termasuk sesuatu yang diatur oleh syariat Islam yang mulia, sehingga penentuannya harus berdasarkan ketentuan agama yang bersandar kepada Al Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman salaful ummah, tidak diserahkan kepada akal-akal dan selera masing-masing umat.
Perlu diketahui bahwa umat Islam hanyalah memiliki lima hari raya yang dibagi menjadi hari raya tahunan dan hari raya pekanan berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah dan ijma’ ulama. Hari-hari raya tersebut adalah: ‘Idul Fithri (1 Syawal), hari ‘Arofah (9 Dzulhijjah), ‘Idul Adhha (10 Dzulhijjah), hari-hari Tasyriq (11-13 Dzulhijjah) pada setiap tahunnya dan hari Jum’at pada setiap pekannya. Tidaklah Alloh -ta’ala- dan Rosul-Nya -shollallohu ‘alaihi wa sallam- menjadikan selainnya sebagai tambahan hari raya bagi umat Islam. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama Islam. (lihat Al-Muhalla: 3/293, karya Ibnu Hazm -rohimahulloh-)
Dahulu orang-orang musyrikin menjadikan banyak hari-hari raya bagi mereka, kemudian semuanya dihapus setelah kedatangan Islam dan diganti dengan hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adhha sebagai bentuk rasa syukur kepada Alloh -ta’ala- setelah menunaikan dua ibadah yang sangat agung: puasa Romadhon dan haji di baitulloh Al-Harom.
Telah shohih dari Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bahwasanya ketika beliau tiba di Madinah, para penduduknya mempunyai hari-hari yang mereka isi dengan mengadakan acara permainan di dalamnya. Maka Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
قد أبدلكم الله بهما خيراً منهما يوم النحر ويوم الفطر
“Sungguh Alloh telah mengganti untuk kalian dua hari yang lebih baik dari hari kalian itu, yaitu: hari raya kurban dan hari raya fithri.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’iy dari Anas -rodhiyallohu ‘anhu-, dishohihkan oleh Syaikh Zayid dalam Al-Jami’ li-Ahkamil ‘Idain, hal. 10)
Demikian juga hari-hari ‘Arofah dan Tasyriq termasuk hari-hari raya umat Islam. Telah shohih dari Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bahwasanya beliau bersabda:
يوم عرفة ويوم النحر وأيام التشريق عيدنا أهل الإسلام وهن أيام أكل وشرب
“Hari ‘Arofah, hari kurban dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita umat Islam; hari-hari makan dan minum.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan selainnya dari ‘Uqbah bin ‘Amir -rodhiyallohu ‘anhu-, dishohihkan oleh Imam Al-Wadi’iy dalam Ash-Shohihul Musnad: 2/28)
Hanya saja pada hari 'Arofah disunnahkan bagi kaum muslimin secara mu'akkad -terutama yang tidak sedang wukuf di 'Arofah- untuk berpuasa, sebagaimana hadits Abu Qotadah Al Anshoriy -rodhiyallohu 'anhu-, bahwasanya Rosululloh -shollallohu 'alaihi wa sallam- ditanya tentang puasa hari 'Arofah, maka beliau menjawab:
يكفر السنة الماضية والباقية
"Menghapuskan dosa-dosa (kecil) selama setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." (HR. Muslim)
Adapun hari raya pekanan Jum’at, maka berdasarkan hadits Anas -rodhiyallohu ‘anhu- riwayat Imam Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (2083):
عرضت الجمعة على رسول الله صلى الله عليه وسلم جاء جبريل في كفه كالمرآة البيضاء في وسطها كالنكتة السوداء فقال ما هذه يا جبريل قال هذه الجمعة يعرضها عليك ربك لتكون لك عيدا ولقومك من بعدك ولكم فيها خير الحديث
“Telah diperlihatkan hari Jum’at kepada Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-. Maka datanglah Jibril yang di telapak tangannya seperti cermin putih cemerlang, di tengahnya seperti sebuah titik hitam. Maka beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bertanya: “Apa ini, wahai Jibril?” Dia menjawab: “Ini adalah Jum’at yang diperlihatkan oleh Robb-mu supaya menjadi hari raya bagimu dan umatmu sepeninggalmu. Bagi kalian pada hari itu suatu kebaikan…” (hadits hasan, lihat Al-Jami’ li-Ahkamil ‘Idain, hal. 17)
Dengan demikian, maka tidak diperbolehkan bagi kita untuk menambah atau menjadikan hari-hari lain sebagai hari raya selain yang tersebut di atas, sebagaimana yang telah diada-adakan oleh kebanyakan manusia, seperti hari raya maulid (ulang tahun kelahiran), kematian, kemerdekaan dan sebagainya, baik bersifat kedaerahan maupun nasional. Hal ini karena termasuk menambah-nambahi apa yang telah disyariatkan oleh Alloh ta'ala bagi hamba-Nya dan termasuk membuat kebid’ahan dalam perkara yang telah diatur oleh agama, menyelisihi sunnah sayyidil mursalin serta perbuatan menyerupai orang-orang kafir, baik itu dinamakan sebagai hari raya (‘ied), peringatan, ulang tahun, pengenangan dan sebagainya. Semua itu bukanlah dari ajaran Islam, tetapi sebaliknya termasuk perkara jahiliyah dan taklid terhadap kaum kafir dari negara-negara barat dan selainnya. Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:
من تشبه بقوم فهو منهم
“Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dari Ibnu Umar -rodhiyallohu ‘anhu-, dihasankan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Hijabul Mar’ah, hal. 104 dan Al-Irwa’: 1269)
Sabda beliau pula:
إن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة
“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabulloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad -shollallohu 'alaihi wa sallam-. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (dalam agama) dan setiap kebid’ahan itu adalah sesat.” (HR. Muslim dari Jabir -rodhiyallohu ‘anhu-)
Kita memohon kepada Alloh agar memperlihatkan al-haq kepada kita semua dengan sebenarnya serta memudahkan kita untuk mengikutinya dan memperlihatkan kebatilan dengan sebenarnya serta memudahkan kita untuk menjauhinya.
Hari-hari raya tersebut dinamakan sebagai ‘ied (kembali), karena hal itu terus kembali dan terulang pada setiap tahunnya. Hari itu terus berulang dengan disertai rasa senang hati dan bahagia serta Alloh -ta’ala- kembali dengan membawa kebaikan bagi hamba-Nya setelah menunaikan amalan ibadah sebelumnya. (Sholatul-’Idain, hal. 1; Al-Jami’ li-Ahkamil ‘Idain, hal. 9-25)
Walhamdulillahi Robbil 'alamin.
Ditulis: Mushlih Abu Sholeh Al-Madiuniy -waffaqohulloh- pada hari 'Arofah tahun 1435 H.
Maroji':
- Al-Jami’ li-Ahkamil ‘Iedain Minal Kitab was-Sunnah wa Aqwalil Aimmah, oleh Syaikh Zayid bin Hasan Al-Wushobiy -hafidzohulloh-, cet. Maktabah ‘Ibadurrohman-Mesir, tahun 1428H.
- Sholatul ‘Iedain, terbitan Wizaroh Al-Auqof Saudi Arabia; naskah Maktabah Asy-Syamilah edisi 3,47.
lembaran-lembaran ilmiah • وما توفيقي إلا بالله • mushlihabusholeh.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar