ZODIAK DAN KESYIRIKAN KAUM IBROHIM



بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، أما بعد

Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’ala telah menciptakan manusia pada mulanya berada di atas agama yang lurus dan fithroh yang suci, sebagaimana dalam sebuah hadits qudsiy, dari ‘Iyadh bin Himar Al-Mujasyi’iy rodhiyallohu ‘anhu dalam Shohih Muslim, bahwasanya Alloh ta’ala berfirman:

وإني خلقت عبادي حنفاء كلهم، وإنهم أتتهم الشياطين فاجتالتهم عن دينهم، وحرمت عليهم ما أحللت لهم، وأمرتهم أن يشركوا بي ما لم أنزل به سلطانا

“Sesungguhnya Aku telah ciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan lurus. Maka datanglah para setan, lalu menyimpangkan mereka dari agama mereka. Mengharamkan apa yang telah Aku halalkan dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku (berbuat kesyirikan) dengan apa yang tidak Aku turunkan dalilnya.”

Tidaklah orang itu tersesat dan terjatuh kepada kesyirikan, melainkan karena ulah setan. Pada awalnya manusia belum mengenal kesyirikan. Mereka masih di atas agama yang lurus (hanif) yang telah dikaruniakan oleh Alloh subhanahu wa ta’ala. Namun setelah berjalan beberapa abad, setan datang menggoda sekelompok manusia untuk mengkultuskan orang-orang sholeh yang telah wafat, sampai akhirnya mereka disembah. Sehingga terjadilah kesyirikan pertama di dunia ini, yaitu kesyirikan kaum Nuh 'alaihis salam. Maka Alloh subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi Nuh ’alaihis-salam untuk mengembalikan keadaan manusia kepada ajaran tauhid dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kesyirikan.

Kemudian selang beberapa lama, muncullah di tengah-tengah manusia bentuk kesyirikan lainnya, yaitu ketergantungan kepada bintang-bintang dan menyembahnya disertai dengan keyakinan bahwa bintang-bintang tersebut dapat mendatangkan kemanfaatan dan menolak mara bahaya. Ini adalah kesyirikan kaum Ibrohim 'alaihis salam. Karena itu, Alloh subhanahu wa ta’ala mengutus Rosul dan Kholil (kekasih)-Nya yaitu Nabi Ibrohim ’alaihis salam untuk membantah dan mengalahkan hujjah (argumentasi) para pelaku kesyirikan serta menerangkan kebatilan peribadatan dan rusaknya keyakinan mereka.

Ketika mereka tidak mampu lagi menjawab hujjah Nabi tersebut, maka mereka melakukan jalan kekerasan. Sehingga mereka memutuskan untuk melemparkan Nabi Ibrohim ’alaihis salam ke dalam kobaran api yang besar. Mereka sangka bahwa itu adalah jalan keluar yang tepat. Akan tetapi, Alloh subhanahu wa ta’ala menjadikan api itu terasa dingin dan mendatangkan keselamatan bagi Nabi Ibrohim ’alaihis salam. Setelah makar mereka gagal, maka mereka mengusir beliau dan berlepas diri dari dakwah beliau. Maka Alloh subhanahu wa ta’ala membalas makar mereka dan jadilah mereka itu orang-orang yang terhinakan.

Demikianlah seterusnya, tidaklah kita dapati suatu umat yang menentang Nabinya, melainkan karena terjerat oleh tali-tali setan yang terpancang, sehingga mereka terbujuk dengan godaannya dan menjadikannya sebagai wali selain Alloh 'azza wa jalla. Tidaklah manusia tersebut terjatuh ke dalam jeratan tersebut, melainkan Alloh ta'ala telah mengutus para Rosul kepada mereka untuk menentang kesyirikan dan memutus sebab-sebabnya serta menyeru manusia kepada ajaran tauhid; mengesakan Alloh dalam peribadahan, sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala:

ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rosul pada tiap-tiap umat terdahulu untuk menyerukan dan memerintahkan kepada mereka agar beribadah kepada Alloh, mentaati-Nya semata-mata serta meninggalkan peribadahan kepada selain-Nya, baik itu setan-setan, patung-patung, orang-orang mati dan selainnya dari para wali selain Alloh.” (Tafsir Muyassar QS. An-Nahl: 36)

Diantara bentuk kesyirikan terbesar adalah yang berkaitan dengan bintang-bintang, pengagungan terhadapnya serta keyakinan bahwasanya bintang-bintang itu hidup dan bisa berbicara serta mempunyai kekuatan spriritual yang turun kepada para pemujanya. Keyakinan seperti inilah yang mendorong penganutnya untuk membangun kuil-kuil atau candi-candi yang berisi patung-patung sebagai perwujudan dari bintang-bintang tersebut. Semuanya itu bermula dari pengagungan terhadap bintang-bintang dan dugaan adanya keberuntungan dan kesialan karenanya serta terwujudnya kebaikan dan kejelekan darinya. (lihat Miftah Daris Sa’adah, karya Ibnul Qoyyim rohimahulloh: 2/197)

Kesyirikan ini dianut oleh para filosof (ahli filsafat), shobi’ah (penyembah bintang), Majusi dan selainnya dengan meyakini keyakinan nenek moyang mereka dari kaum Nabi Ibrohim ’alaihis salam. Dahulu mereka tersebar di sekitar jazirah Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau diutus, praktek perdukunan telah merebak di kalangan manusia dan keyakinan tentang bintang-bintang yang dikaitkan dengan beberapa kejadian di bumi telah masyhur di kalangan mereka. Maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam membantah keyakinan tersebut dan menerangi umat beliau dari kegelapan serta menerangkan al-haq kepada mereka, memperingatkan mereka dari penyebab-penyebab kebinasaan. Sehingga beliau meninggalkan mereka di atas jalan yang terang, malamnya bagaikan siang. Tidaklah seorang pun yang menyimpang dari jalan tersebut, melainkan akan binasa.

Diantara perkara yang beliau peringatkan adalah pengakuan untuk mengetahui perkara gaib dan keyakinan bahwa bintang-bintang ini berpengaruh terhadap kejadian-kejadian di alam ini secara luar biasa. Hal ini untuk menjaga umat ini agar tidak terjatuh kepada apa yang menyebabkan umat-umat terdahulu telah terjatuh, berupa kesyirikan terhadap bintang-bintang dan menjadikannya sesembahan selain Alloh.

Demikianlah keadaan kaum muslimin pada waktu itu, tidaklah seorangpun mengaku mengetahui ilmu gaib, pastilah mereka akan memperingatkan manusia untuk menjauhinya. Jika datang kesempatan untuk mencelanya, pasti mereka akan mencelanya. Tidaklah mereka membiarkan pintu kejelekan itu terbuka untuk dimasuki, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kholifah Umar bin Al-Khotthob rodhiyallohu ‘anhu ketika memerintahkan pasukannya yang telah menguasai Iskandariyyah untuk membakar seluruh kitab-kitab filsafat dan ahli nujum yang mereka temui di sana, sebagai upaya untuk menutup pintu kesyirikan dan peribadatan kepada bintang-bintang. (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh: 17/41)

Hal ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Akan tetapi musuh-musuh Islam tidaklah tinggal diam melihat kemurnian Islam dan kemapanan umatnya pada waktu itu. Mereka terus mencari celah untuk merongrong kaum muslimin. Jika mereka temukan suatu celah atau sedikit kelengahan dari kaum muslimin, pastilah akan mereka manfaatkan semaksimal mungkin untuk melancarkan makar-makar mereka yang bertujuan akhir menjauhkan umat Islam dari agama mereka.

Kemudian pada zaman pemerintahan ‘Abbasiyyah, dibukalah pintu penerjemahan kitab-kitab filsafat. Para penganut kesyirikan tersebut mulai menemukan celah untuk mewujudkan rencana mereka. Mereka mengerahkan seluruh tenaga dan waktu, sehingga berhasil mempengaruhi pemerintahan waktu itu untuk menjalankan suatu metode yang mereka inginkan, seperti yang dilakukan oleh raja-raja Persia dan Romawi dengan mengambil para ahli nujum sebagai para penasehat di segala bidang.

Mereka juga berhasil mempengaruhi masyarakat muslimin ketika itu, sehingga sebagian kelompok Islam condong kepada mereka dan bekerjasama serta bersepakat untuk mengembalikan kejahiliyahan pertama ke tengah-tengah kaum muslimin dan mendukung mereka di setiap waktu dan tempat dengan menggunakan cara-cara yang bisa mempengaruhi manusia untuk menerima kebatilan dengan sepenuhnya.

Melihat hal itu, maka para ulama kaum muslimin pun bangkit dari berbagai penjuru dunia untuk membantah kebatilan ini, mendustakan dan menerangkan kerusakannya serta kebinasaan para pemeluknya. Akan tetapi, sebagian dari orang-orang awam tertipu dan hanyut dengan ucapan-ucapan manis mereka, sehingga jadilah ilmu nujum itu sebagai sandaran ketika tertimpa suatu bencana atau musibah.

Pada zaman ini, bersamaan dengan majunya berbagai sarana media masa, bertambah pula semangat mereka untuk terus menyebarkan para ahli nujum untuk ikut serta mengambil bagian dalam membicarakan suatu perkara yang tidak mereka ketahui dan berbuat lancang terhadap Alloh ta'ala tanpa sandaran yang benar.

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Alloh ta'ala, risalah sederhana ini sebagai bentuk partisipasi untuk menjelaskan tentang kebatilan ramalan bintang (zodiak) yang merupakan hasil dari penerapan ilmu nujum (perbintangan) yang diwariskan dari kesyirikan kaum Ibrohim 'alaihis salam yang terlarang dalam syariat Islam.

Allohlah satu-satunya pencipta dan pengatur alam semesta

Alloh subhanahu wa ta’ala telah menerangkan hal ini dalam kitab-Nya yang mulia dengan seterang-terang penjelasan yang tidak tersamar sedikitpun di dalamnya, bahwasanya Dialah satu-satunya dzat yang menciptakan seluruh apa yang ada di langit dan bumi ini untuk kemanfaatan manusia. Hanya Dialah yang mampu mengatur alam semesta ini serta tidak merasa payah sedikitpun dalam pengaturannya. Adapun matahari, bulan, bintang-bintang dan seluruh makhluk Alloh ta'ala tidaklah mempunyai kemampuan sedikitpun untuk mengatur alam semesta ini. Keyakinan bahwa selain Alloh subhanahu wa ta’ala ada yang mengambil bagian dalam penciptaan dan pengaturan alam semesta ini, maka itu adalah termasuk kesyirikan dan kekufuran, bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran.

Simaklah ayat-ayat Alloh ta’ala berikut ini dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menunjukkan akan hal itu:

هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا

“Alloh semata yang menciptakan untuk kalian segala yang ada di bumi berupa kenikmatan-kenikmatan yang kalian manfaatkan.” (Tafsir Muyassar QS. Al-Baqoroh: 29)

الذي له ملك السماوات والأرض ولم يتخذ ولدا ولم يكن له شريك في الملك وخلق كل شيء فقدره تقديرا

“Yang kepunyaan Allohlah kerajaan langit dan bumi. Tidak mengambil seorang pun sebagai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya. Dialah yang telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsi masing-masing makhluk sesuai dengan hikmah-Nya tanpa adanya kekurangan dan kesalahan sedikitpun.” (Tafsir Muyassar QS. Al-Furqon: 2)

وسخر لكم ما في السماوات وما في الأرض جميعا منه إن في ذلك لآيات لقوم يتفكرون

“Dia (Alloh) telah menundukkan untuk kalian setiap yang di langit berupa matahari, bulan serta bintang-bintang dan di setiap apa yang ada di bumi, berupa hewan-hewan tunggangan (kendaraan), pohon-pohon, kapal-kapal dan sebagainya dari kemanfaatan kalian. Semua kenikmatan itu sebagai pemberian dan keutamaan dari-Nya semata atas kalian, maka hendaknya hanya kepada-Nyalah kalian beribadah dan janganlah menyekutukan-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Alloh yang esa bagi kaum yang memikirkan ayat-ayat-Nya.” (Tafsir Muyassar QS. Al-Jatsiyah: 13)

إن ربكم الله الذي خلق السماوات والأرض في ستة أيام ثم استوى على العرش يغشي الليل النهار يطلبه حثيثا والشمس والقمر والنجوم مسخرات بأمره ألا له الخلق والأمر تبارك الله رب العالمين

“Sesungguhnya Robb kalian -wahai manusia- ialah Alloh yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia meninggi di atas ‘arsy sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang, menyelimutkannya sampai sirna cahayanya dan memasukkan siang atas malam sehingga hilang kegelapannya yang mengikutinya dengan cepat dan terus-menerus. Dialah yang menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang yang merupakan tanda-tanda kekuasaan Alloh yang besar. Masing-masing tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah itu hanyalah hak Alloh. Maha suci Alloh dari segala sifat kekurangan, Robb semesta alam.” (Tafsir Muyassar QS. Al-A’rof: 54)

أولم يروا أن الله الذي خلق السماوات والأرض ولم يعي بخلقهن بقادر على أن يحيي الموتى بلى إنه على كل شيء قدير

“Apakah mereka lengah dan tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allohlah yang menciptakan langit dan bumi dan tidak merasa payah karena menciptakannya, berkuasa untuk menghidupkan orang-orang mati yang awalnya telah Ia ciptakan? Benar, sesungguhnya itu adalah perkara yang mudah bagi-Nya ta'ala. Dia mahakuasa atas segala sesuatu.” (Tafsir Muyassar QS. Al-Ahqof: 33)

Tiada yang mengetahui perkara gaib, kecuali Alloh ta'ala semata

Hal ini telah Alloh terangkan dalam kitab-Nya dengan sempurna ketika memerintahkan Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan kepada manusia bahwa tiada seorang pun mengetahui perkara gaib kecuali Alloh ‘azza wa jalla tiada sekutu bagi-Nya, baik dari kalangan malaikat, jin-jin bahkan para nabi sekalipun. Siapa yang mengaku mengetahui perkara-perkara gaib, maka ia telah terjatuh ke dalam kekufuran, karena menentang ayat-ayat Al-Quran.

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

قل لا يعلم من في السماوات والأرض الغيب إلا الله

“Katakanlah -wahai Rosul- kepada mereka: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Alloh.” (Tafsir Muyassar QS. An-Nahl: 65)

وعلم آدم الأسماء كلها ثم عرضهم على الملائكة فقال أنبئوني بأسماء هؤلاء إن كنتم صادقين * قالوا سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا إنك أنت العليم الحكيم * قال يا آدم أنبئهم بأسمائهم فلما أنبأهم بأسمائهم قال ألم أقل لكم إني أعلم غيب السماوات والأرض وأعلم ما تبدون وما كنتم تكتمون

“Untuk menunjukkan akan keutamaan Adam 'alaihis salam, maka Alloh mengajarkan kepada beliau nama-nama benda seluruhnya. Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kalian memang orang-orang yang benar bahwa kalian lebih berhak untuk mengurus bumi daripada mereka!”

Mereka (para malaikat itu) menjawab: “Maha suci Engkau -wahai Robb kami-, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau sajalah yang Al-‘Alim (maha mengetahui) terhadap urusan makhluk-Mu lagi Al-Hakim (maha mempunyai hikmah) dalam pengurusan-Mu.”

Alloh berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama benda-benda yang tidak mereka ketahui ini!” Maka setelah diberitahukannya oleh Adam kepada mereka, maka Alloh berfirman kepada para malaikat: “Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui apa yang kalian lahirkan dan sembunyikan?” (Tafsir Muyassar QS. Al-Baqoroh: 31-33)

فلما قضينا عليه الموت ما دلهم على موته إلا دابة الأرض تأكل منسأته فلما خر تبينت الجن أن لو كانوا يعلمون الغيب ما لبثوا في العذاب المهين

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian bagi Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka akan kematiannya itu, kecuali rayap yang memakan tongkat yang dipakainya untuk bersandar, sehingga ia jatuh tersungkur. Ketika itu, barulah jin itu sadar bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksaan yang menghinakan dan pekerjaan yang berat dalam melayani Sulaiman, karena waktu itu mereka masih mengira bahwa Sulaiman masih hidup.” (Tafsir Muyassar QS. Saba’: 14)

Maka pada ayat ini terdapat bantahan terhadap sebagian orang yang meyakini bahwa jin itu mengetahui perkara gaib. Hal itu karena jikalau mereka mengetahui yang gaib, niscaya mereka akan mengetahui akan kematian Nabi Sulaiman 'alaihis salam dan tidak mengalami siksaan yang menghinakan.

قل لا أقول لكم عندي خزائن الله ولا أعلم الغيب ولا أقول لكم إني ملك إن أتبع إلا ما يوحى إلي قل هل يستوي الأعمى والبصير أفلا تتفكرون

“Katakanlah -wahai Rosul- kepada orang-orang musyrikin itu: “Aku tidak mengatakan kepada kalian, bahwa perbendaharaan langit dan bumi itu ada padaku, sehingga aku bisa mengaturnya sekehendakku. Tidak pula aku mengaku mengetahui yang gaib. Tidak pula aku mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah seorang malaikat. Aku hanyalah seorang utusan dari sisi Alloh yang mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, lalu aku sampaikan kepada manusia." Katakanlah -wahai Rosul- kepada mereka: "Apakah sama seorang kafir yang buta terhadap ayat-ayat Alloh ta'ala, sehingga mereka tidak mengimaninya dengan seorang mukmin yang melihat ayat-ayat Alloh, sehingga mereka mengimaninya? Apakah kalian tidak memikirkan ayat-ayat Alloh tersebut, sehingga dapat melihat kebenaran dan mengimaninya?!” (Tafsir Muyassar QS. Al-An’am: 50)

قل لا أملك لنفسي نفعا ولا ضرا إلا ما شاء الله ولو كنت أعلم الغيب لاستكثرت من الخير وما مسني السوء إن أنا إلا نذير وبشير لقوم يؤمنون

“Katakanlah, wahai Rosul: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan yang menimpa, kecuali apa yang dikehendaki oleh Alloh. Sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku akan melakukan sebab-sebab yang kuketahui bahwa itu bisa memperbanyak kebajikan dan manfaat serta aku tidak akan ditimpa kemudharatan ketika terjadi. Aku tidak lain hanyalah utusan Alloh yang diutus kepada kalian. Aku takut akan hukuman-Nya. Aku berikan kabar gembira dengan pahala dari-Nya bagi kaum yang membenarkan kerosulanku dan mengamalkan syariat-Nya.” (Tafsir Muyassar QS. Al-A’rof: 188)

Ilmu nujum termasuk praktek sihir dan perdukunan

Sebagian ilmu nujum (perbintangan) diharamkan oleh syariat, karena hal itu termasuk bagian dari ilmu sihir dan perdukunan, yaitu mengaku mengetahui perkara-perkara gaib melalui metode perbintangan dan berdalil dengan perkara-perkara yang samar yang tidak ada keterkaitannya secara ilmiah. Demikianlah perbedaan posisi bintang-bintang, hal itu tidaklah merubah keadaan yang terjadi. Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ، اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ

“Siapa yang mempelajari ilmu nujum, maka ia telah mempelajari bagian dari sihir. Semakin bertambah ilmu nujumnya, semakin bertambah pula sihirnya.” (Hadits shohih, riwayat Abu Dawud dan selainnya dari Ibnu ‘Abbas -rodhiyallohu ‘anhuma-)

Ilmu nujum yang terlarang dibagi menjadi tiga macam:

Pertama: meyakini bahwa bintang-bintang itu dapat berbuat sesuatu dan berpengaruh dengan sendirinya terhadap kejadian-kejadian di muka bumi. Maknanya adalah bahwa bintang-bintang itulah yang menciptakan kejadian-kejadian di bumi, baik berupa keberuntungan maupun kesialan. Inilah keyakinan kelompok Shobi’ah (penyembah bintang) yang menjadikan bagi setiap bintang suatu lambang atau patung yang diyakini bahwa arwah para setan menitis kepadanya. Sehingga mereka menyembah lambang serta patung bintang tersebut. Ini adalah bentuk kesyirikan kaum Ibrohim -’alaihis-salam- dan ini adalah syirik akbar dan kekafiran secara ijma’, karena menjadikan makhluk sebagai pencipta selain Alloh.

Kedua: berpedoman dengan gerakan bintang-bintang, baik pertemuan, perpisahan, kemunculan maupun tenggelamnya, untuk menentukan apa yang akan terjadi di muka bumi. Jika muncul bintang ini dan itu, maka akan terjadi ini dan itu. Misalnya: seseorang mempunyai bintang ini dan itu, berdasarkan tanggal kelahirannya, maka ia akan hidup bahagia atau sebaliknya. Inilah yang dilakukan oleh para ahli nujum dan ini termasuk praktek perdukunan, karena mengabarkan sesuatu yang gaib melalui perantaraan bintang-bintang. Hal ini termasuk dosa besar, bahkan kekufuran terhadap Alloh -’azza wa jalla- yang mengeluarkan seseorang dari Islam, karena menentang dan mendustakan ayat Al-Qur’an sebagaimana tersebut di atas. Para ahli nujum itu didatangi oleh para setan dan dibisikkan kepada mereka apa yang diinginkan dari perkara-perkara yang akan terjadi, kemudian mereka jadikan gerakan bintang sebagai dalil atas kedustaan mereka.

Ketiga: meyakini bahwa dengan kemunculan bintang-bintang tertentu menyebabkan terjadinya kebaikan dan keburukan. Yaitu jika terjadi sesuatu, maka ia sandarkan kejadian tersebut dengan sebab bintang. Maka keyakinan seperti ini termasuk kekufuran dan kesyirikan (syirik ashghor), dosa besar yang tidak sampai mengeluarkan seseorang dari Islam. Dalam sebuah hadits qudsiy, Alloh ta’ala berfirman:

أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَب

“Di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kufur. Siapa yang mengatakan: “Kita diberi hujan karena keutamaan Alloh dan rahmat-Nya, maka ia telah beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. Siapa yang mengatakan: “Kita diberi hujan dengan sebab bintang ini dan itu,” maka ia telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Zaid bin Kholid Al-Juhaniy -rodhiyallohu ‘anhu-)

Maka bintang-bintang tersebut tidaklah mendatangkan hujan atau angin, bahkan kejadian-kejadian yang ada di bumi tidak ada hubungannya sama sekali dengan bintang-bintang, baik hubungan sebab-akibat ataupun lainnya.

Ilmu nujum zaman sekarang

Ilmu nujum tersebut telah tersebar secara meluas pada zaman kita sekarang, bahkan dijadikan sebagai mata pencaharian untuk menguras harta manusia dengan batil berdasarkan kedustaan dan penipuan. Ketika ramalan mereka bertepatan dengan kejadian yang ada, maka langsung mereka siarkan dan sebar-luaskan untuk menampakkan diri bahwa mereka itu hebat disertai dengan sejuta kedustaan untuk melariskan barang dagangannya. Sehingga orang-orang yang lemah imannya dan jauh dari ajaran ilahi akan termakan dengan iklan tersebut, sehingga mereka ikut serta pula melariskannya di tengah-tengah masyarakat. Wallohul musta’an.

Akhirnya kebatilan tersebut marak dan mudah tersebar, apalagi didukung dengan sarana-prasarana yang ada, diantaranya: dengan media masa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, internet dan sebagainya. Ini merupakan sarana terbesar untuk menyebarkannya dengan diberikan judul yang bermacam-macam. Mereka juga menulis ramalan-ramalan bintang tersebut dalam buku-buku yang terjual bebas, baik di toko-toko buku, pasar-pasar, terminal-terminal dan tempat-tempat umum lainnya. Masih banyak lagi sarana yang mereka gunakan untuk menyebar-luaskan ilmu nujum ini, baik dengan mendirikan sekolah-sekolah khusus, perkumpulan para ahli nujum, terutama di luar negeri seperti Mesir, Irak, negara-negara barat dan selainnya. Juga banyak dari mereka yang membuka praktek-praktek nujum tersendiri secara individu tanpa adanya ikatan dengan suatu perkumpulan.

Hukum membaca dan meyakini ramalan bintang

Mendatangi para ahli nujum dan semisal mereka dari para dukun dan paranormal, bertanya kepada mereka, membenarkan apa yang mereka katakan adalah perkara yang diharamkan dan merupakan dosa besar, bahkan bisa mencapai kesyirikan yang besar, mengeluarkan seseorang dari Islam (murtad).

Dalil-dalil As-Sunnah telah menunjukkan akan hal itu, diantaranya:

Pertama: dari Mu’awiyah bin Al-Hakam -rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya beliau berkata:

يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ، وَقَدْ جَاءَ اللهُ بِالْإِسْلَامِ، وَإِنَّ مِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ، قَالَ: فَلَا تَأْتِهِمْ

“Wahai Rosululloh, saya baru terlepas dari masa jahiliyyah (yaitu baru masuk Islam). Alloh telah datang dengan ajaran Islam. Sebagian orang-orang mendatangi para dukun?” Maka Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Jangan mendatangi mereka!” (HR. Muslim)

Para ulama menerangkan bahwa Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- melarang untuk sekedar mendatangi para dukun, ahli nujum, paranormal dan sebagainya dikarenakan mereka berbicara tentang perkara-perkara gaib yang terkadang sesuai dengan kenyataannya, sehingga dapat menimbulkan fitnah di kalangan manusia disebabkan kedustaan-kedustaan mereka yang menyertai. (lihat Syarh Shohih Muslim, karya Imam An-Nawawi -rohimahulloh- pada hadits tersebut)

Demikian juga orang yang membaca artikel-artikel tentang perdukunan dan ramalan-ramalan bintang masuk dalam larangan ini, karena dia ingin mengetahui apa yang mereka tuliskan, sehingga hukumnya seperti kalau dia mendatanginya.

Kedua: apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari beberapa istri Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam-, bahwasanya beliau bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Siapa yang mendatangi seorang ‘arrof (peramal, dukun, paranormal dan sebagainya dari orang-orang yang mengaku mengetahui perkara gaib), lalu bertanya kepadanya akan sesuatu, maka sholatnya tidaklah diterima selama empat puluh hari.”

Hadits ini menerangkan bahwa siapa yang mendatangi paranormal (dukun) dan menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima sholatnya selama empat puluh hari. Hal ini menunjukkan bahwasanya perbuatan tersebut adalah dosa besar. Ini berlaku juga bagi orang yang mencari-cari ramalan-ramalan yang ada di media-media masa untuk mengetahui nasib dirinya atau orang lain dan sebagainya.

Ketiga: hadits Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu- yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad -rohimahulloh- dan selainnya, bahwa Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم

“Siapa yang mendatangi seorang dukun atau ‘arrof dan membenarkan ucapannya, maka dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad -shollallohu ‘alaihi wa sallam- (yaitu Al-Quran).”

Hadits-hadits tersebut menunjukkan kepada kita bahwa siapa yang bertanya tentang suatu perkara kepada dukun, ahli nujum atau ‘arrof dan membenarkan atau mempercayainya, maka ia telah kafir, karena ia meyakini bahwa yang ditanya tersebut mengetahui perkara gaib, baik melalui perantaraan para setan atau dengan metode perbintangan dan yang semisalnya.

Demikian juga hukum ini berlaku bagi orang-orang yang mempercayai dan membenarkan ramalan-ramalan bintang. Adapun jika tidak mempercayai atau membenarkannya, maka tidaklah kafir, tetapi tidak diterima sholatnya selama empat puluh hari, sebagaimana tersebut dalam hadits istri Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- riwayat Imam Muslim di atas.

Keempat: adapun jika mendatangi dukun atau ahli nujum (para peramal) untuk membongkar kedustaan dan kejahatan mereka di hadapan khalayak ramai dan ia mampu untuk itu, maka hal ini diperolehkan dalam syariat, sebagaimana dalam Shohih Bukhori dan Muslim, dari Ibnu Umar -rodhiyallohu ‘anhuma- bahwasanya Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- telah mendatangi Ibnu Shoyyad (salah seorang dukun di zaman itu) dan beliau menanyainya:

“Siapa yang mendatangimu?” Dia menjawab: “Seorang yang jujur dan pendusta.” Lalu Nabi bertanya: “Telah tercampur-baur perkara itu padamu.” Lalu Nabi berkata kepadanya: “Aku telah menyembunyikan sesuatu untukmu.” Dia berkata: “Dukh …” (sepenggal kata yang tidak lengkap). Lalu Nabi membentaknya:

اخْسَأْ، فَلَنْ تَعْدُوَ قَدْرَكَ

“Cih…, kamu tidaklah lebih dari sekedar dukun!”

Dalam hadits ini, Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- mendatangi seorang dukun untuk membongkar kedustaan dan kebohongannya di hadapan para sahabat, bahwa dia tidaklah mengetahui yang gaib, hanya saja setan telah membisikkan kepadanya berita-berita yang dibumbui dengan kedustaan yang banyak.

Hukum ini juga berlaku jika membaca buku-buku ilmu nujum, ramalan-ramalan bintang dan sebagainya untuk membantah dan membongkar kedustaan paranormal, maka ini dibolehkan, bahkan bisa menjadi wajib bagi seorang yang berilmu dari kalangan ulama agar umat terselamatkan dari kesyirikan dan kekufuran tersebut. Selain dari tujuan mulia ini, maka tidak diperbolehkan menelaah buku-buku perdukunan dan ramalan yang ada sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahkan sebaliknya hendaknya tulisan-tulisan tersebut dibakar dan dimusnahkan. Wallohu ta'ala a'lam.

Demikianlah pembahasan sekilas tentang bahaya zodiak (ramalan bintang) terhadap tauhid kaum muslimin, semoga dengan ini dapat menjadikan kaum muslimin semakin waspada terhadap hal-hal yang dapat merusak agamanya dan pandai-pandai menjaga diri, sehingga bisa selamat sampai akhir hayat kita (husnul-khotimah).

Wabillahit-taufiq, walhamdulillahi Robbil 'alamin.

Ditulis: Mushlih Abu Sholeh Al Madiuniy -'afallohu 'anhu- (rev. 9 Muharrom 1436)

Rujukan:
- Tafsir Muyassar, oleh kumpulan ulama tafsir Saudi, taqdim Syaikh Sholeh Alusy Syaikh, cet. 2.
- Fathul Majid Syarh Kitab Tauhid, karya Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alusy-Syaikh -rohimahulloh-, tahqiq Syaikh Ibnu Hizam -hafidzohulloh-.
- Al-Qoulul Mufid ‘Ala Kitab Tauhid, karya Al-‘Allamah Ibnu ‘Utsaimin -rohimahulloh-.
- At-Tamhid Syarh Kitab Tauhid, oleh Syaikh Sholeh Alusy-Syaikh waffaqohulloh.
- At-Tanjim wal Munajjimun wa Hukmu Dzalika fil Islam, oleh Abdul Majid bin Salim Al-Masy’abiy.





















lembaran-lembaran ilmiah • وما توفيقي إلا بالله • mushlihabusholeh.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar